Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Badai Pasti Berlalu

  Sebagai seorang ibu, aku senang memberikan kehangatan cinta pada anak-anakku. Aku senang mencurahkan waktu dan segala energi untuk merawat dan mengubah mereka, dari bayi mungil tak berdosa menjadi anak-anak yang hebat nantinya, in sya Allah.

Tapi sebagai seorang istri, aku telah lebih dulu merasakan kasih sayang abah mereka. Sejak awal perjalanan dimana ruh ketiga anak kami masih bersemayam. Hingga akhirnya tahun demi tahun berlalu, dan mereka ada.

Rasanya semua begitu nyata. Walau aku lupa mengisinya dalam diary. 

Bagaimana hari yang bahagia berubah menjadi sendu. Bagaimana hujan berganti panas, lalu hujan lagi.

Itulah biduk. 

Dia akan menemukan ombak dan badai pada waktu yang telah ditentukan. Laksana kemarau tersiram hujan, lalu bersemi kembali. Berbunga lagi.

Suatu saat, kami harus pulang dari perantauan untuk ibu. Untuk melihat ibu sembuh dari sakit keras yang menimpa.

Dari pulau ke pulau, aku membawa tiga anakku yang saat itu berusia sepuluh, tujuh dan setahun di atas kapal laut, untuk turun di pelabuhan Semayang.

Aku menjadi gagah saat itu. Menjadi pandai memandu tiga anak perempuan yang tiba-tiba penurut dan mudah diarahkan. 

Lalu perjalanan diteruskan dengan angkutan travel selama lebih dari dua jam. Sebelum akhirnya sampai di hadapan ibu dengan segala syukur alhamdulillah. Allah telah melindungi kami selama perjalanan.

Sebulan berlalu. Keadaan ibu membaik pasca operasi, dan abah yang terpaksa belakangan berangkat karena menunggu administrasi sekolah, akhirnya tiba dengan selamat pula.

Rupanya kebahagiaan bisa berkumpul seperti ini, tak berlangsung lama. Sebulan setelah kedatangannya, abah mengalami hambatan dalam pekerjaan. 

Aku berniat membantu. Mungkin inilah saatnya membalas kasih sayang abah yang selama ini tercurah. Tanpa kenal waktu dan merasa lelah, sebelas tahun abah berjuang sendirian.

Tapi bagaimana dengan si kecil yang masih butuh bermain bersama ibunya?

Foto: pribadi

Dia akan baik saja, sebuah semangat agar langkahku tak memberat. Sejujurnya aku tak kuasa, tapi kali ini situasi darurat dan aku terpaksa memilih.

Begitulah setan angan-angan bekerja.

Setiap niat baik akan diberikan godaan nan lembut. Berharap sudut hati manusia gagal dalam perjuangannya. Bismillah..

Satu hari berlalu, satu minggu pun pergi. Sebulan berganti, lalu masuk bulan berikutnya. Begitulah kami berupaya menjalani takdir yang telah ditentukan.

Foto: pribadi

Sebuah bayangan tentang anak-anak yang kutinggalkan dari pagi ke sore hari. Mereka baik-baik saja. Bahkan kami bisa tetap bersama dan tertawa-tawa.Ternyata semua tak seperti yang kutakutkan. 

Setidaknya dalam kesulitan yang ditujukan dalam keluarga, kami tak bercerai-berai dan tak mengeluh.

Abah tak perlu bekerja jauh meninggalkan aku dan anak-anak. Dan tidak pula putus asa serta mengambil jalan pintas. 

Lalu hidup menjadi adil.Hanya butuh tiga bulan melewati ujian ini. 

Abah menemukan jalan pekerjaannya kembali. Seperti sebuah pintu yang terbuka saja. Kami masuk perlahan, mengikuti takdir selanjutnya.

Badai pasti berlalu.

Nulis Bersama
Nulis Bersama Ruang berbagi cerita

Posting Komentar untuk "Badai Pasti Berlalu"

DomaiNesia