Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mengapa Waktu Terasa Lebih Lamban di Masa Kita Kecil Dahulu?

 

Ilustrasi Waktu (sumber: maxperience.com)

Sehari terdiri dari 24 jam, sejam terdiri dari 60 menit, semenit terdiri dari 60 detik. Rumus sederhana dan selalu konstan adanya. Akan tetapi, persepsi waktu bagi setiap individu itu berbeda.

Jika bosan, waktu terasa begitu lama berlalu. Sebaliknya, bagi yang sibuk kesana-kemari, waktu tak terasa waktu begitu cepat berjalan. Apakah yang terjadi? Apa yang membuat persepsi waktu berbeda-beda bagi setiap manusia?

Ternyata para ilmuwan yang juga manusia telah menemukan jawabannya. Adalah istilah jam biologis yang dimiliki oleh setiap orang untuk mengatur fungsi tubuh. Sistem ini dikendalikan oleh saraf sentral alias otak.

Pernah merasakan waktu berjalan begitu lamban di saat kita kecil dulu? Nah, jam biologis adalah salah satu alasan mengapa hal tersebut terjadi. Sewaktu kita kecil, aktivitas fisik yang kita lakukan jelas lebih banyak dibandingkan pada saat sekarang.

Menurut penelitian, dalam semenit jantung anak-anak berdetak sebanyak 150 kali. Sedangkan usia dewasa hanya setengahnya saja. Dalam korelasi waktu, orang dewasa membutuhkan waktu dua menit untuk mencapai jumlah detak jantung yang sama dengan anak-anak bukan?

Dengan demikian, maka otak anak-anak akan merekam lebih banyak aktivitas detakan yang dapat dilakukan dalam semenit, sehingga waktu terasa lebih lama berjalan.

Ternyata detak jantung yang lebih cepat, tidak saja terjadi pada gerakan fisik, namun juga dalam kondisi penuh kecemasan. Dalam kondisi pandemi datang menyerang, berbagai persoalan pun muncul seketika. Mulai dari masalah kesehatan, isu sosial, hingga problema ekonomi. Jadi jika ada yang mengatakan waktu terasa lebih lamban di masa pandemi, maka inilah yang mungkin terjadi.

Maureen Irish, seorang peneliti senior di Institute Neurosains Klinis, Universitas Cambridge, Inggris mengatakan bahwa anomali persepsi waktu berhubungan dengan jumlah proses kognitif yang dibutuhkan.

Hal ini berhubungan dengan masalah rutinitas, seperti berapa banyak perhatian yang harus diberikan untuk melakukan tugas tertentu. Jika kita sudah terbiasa dengan pekerjaan yang sama dan dilakukan secara berulang-ulang, maka waktu terasa sangat cepat berlalu.

Tidak heran jika kita memasuki sebuah lingkungan baru dan belajar untuk mengerjakan hal yang baru, maka waktu akan terasa lebih lamban. Di masa pandemi, WFH banyak dilakukan.

Sewaktu kita kecil dulu, banyak hal dan pengalaman baru dalam hidup. Saat otak merekamnya sebagai memori baru, maka di saat itu otak akan bekerja lebih keras. Inilah yang juga menjadi satu alasan lagi, mengapa waktu di masa kanak-kanak dulu terasa lebih lamban.

Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa waktu berdurasi sama, dan hanya persepsi yang membuatnya berjalan lebih cepat atau lamban. Dengan demikian, maka menghargai waktu adalah hal yang terbaik agar waktu dapat kembali berjalan normal.

Caranya adalah mengembangkan perasaan bahagia. Ada sebuah teori yang dipinjam dari filsafat Buddhism yang bernama “Meditasi Metta” atau mengembangkan cinta kasih.

Caranya tidak sesulit namanya, cukup dengan mengembangkan rasa cinta kepada setiap obyek dan ingatan yang muncul. Sayangilah laptop anda jika sedang mengerjakan tugas, sayangilah piring anda jika sedang makan, dan sayangilah setiap wajah yang muncul dalam pikiran, seburuk apapun yang pernah ia lakukan.

Mengembangkan cinta kasih yang besar kepada setiap obyek akan mengembalikan rasa kebahagiaan yang lebih besar bagi diri kita sendiri.

Selamat Mencoba. 

 

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS®

Numerolog Pertama di Indonesia – versi Rekor MURI

 

Nulis Bersama
Nulis Bersama Ruang berbagi cerita

Posting Komentar untuk "Mengapa Waktu Terasa Lebih Lamban di Masa Kita Kecil Dahulu?"

DomaiNesia