Kabut Gadis Cantik
Foto: cdn.pixabay.com |
Rossalinda adalah gadis yang teramat cantik, seperti nama yang melekat pada dirinya.
Usianya baru tujuh belas tahun, tetapi hatinya tak sebahagia gadis seumurnya. Rossalinda lebih mirip wanita dewasa yang kalut dengan berbagai masalah dalam hidupnya. Jelas ia jadi tampak tua.
"Aku benci menjadi anak papa," keluhnya pelan. Matanya masih menatap lurus ke depan, menembus kaca jendela setinggi dirinya.
Sudah enam bulan, sejak sekelompok orang yang kasar mengusir keluarganya keluar dari rumah.
Pak Teguh Suratman, ayah Rossalinda bahkan dimasukkan ke dalam sel karena kasus penggelapan uang negara.
Rossalinda menjerit histeris saat itu, karena ibunya tiba-tiba jatuh pingsan. Sempat dirawat di rumah sakit, lalu meninggal di bulan ketiga akibat depresi.
Seumur hidupnya, kejadian seperti ini tak pernah terbayang akan terjadi dan mempermalukan wajahnya kemanapun ia pergi. Dirinya selalu dikaitkan dengan kasus ayahnya.
Tapi apakah benar, semua itu? Yang ia tahu semua baik-baik saja.
Ayahnya bekerja sejak ia masih bayi, bahkan jauh sebelum itu. Apalagi pak Teguh Suratman mempunyai pendidikan. Ia sama sekali bukan orang jahat. Mana mungkin berbuat sebodoh itu?
Rossalinda sudah merasakan hidup menderita makan dengan garam saat ia hampir lulus SD. Lalu ekonomi keluarga mereka membaik, sejak ayahnya bekerja sebagai staf di kantor pemerintah. Semua berkat doa-doa dia dan ibunya siang dan malam. Allah berkenan merubah nasib mereka.
Memang benar, saat seseorang punya banyak uang, terlalu banyak pula orang yang menjadi temannya.
Rossalinda bukan hanya bisa melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda setahun, tetapi ia bisa membeli semua keperluan sekolahnya dengan harga yang selangit sekalipun. Dengan model terbaru dan kualitas terbaik.
Ibunya tak kalah cerdik.
Dengan gaji ayah yang bukan hanya cukup untuk makan, tetapi juga bisa dibelanjakan lain-lain hal, ibu Rossalinda justru memilih membuka usaha warung makan.
Mulanya ibunya menyewa petak tak terlalu besar, tapi cukup strategis karena dekat dengan perkantoran dan sekolah.
Tiga tahun kemudian, saat dirinya memasuki SMU, tabungan dari hasil warung makan ibu, digunakan untuk membeli ruko, untuk mengembangkan usaha warung makan, ditambah swalayan di lantai atas.
Kali ini, ditambah gaji ayah yang disisihkan tiap bulannya.
Kata ibu, usaha seperti ini perlu dipersiapkan, karena saat waktunya tiba, ayah akan menghadapi masa pensiun dan hanya menerima gaji pokok.
Inilah yang diketahui Rossalinda.
Maka jika kemudian kedua orang tuanya membeli rumah baru serta mobil idaman, ia tak berpikir semua dari hasil menggelapkan uang negara seperti yang ramai diberitakan.
Dua bulir bening menuruni pipi gadis cantik yang masih berdiri di depan jendela.
Musnah sudah impiannya untuk masuk perguruan tinggi. Bahkan sekarang ia harus bekerja sekedar untuk mengisi perut.
"Halo... Ada apa, Bu?" sambutnya saat tiba-tiba selulernya di atas kasur bergetar.
Disekanya air mata, dan dibuatnya suara yang ceria. Rossalinda tak ingin ibu Bos malah bertanya-tanya kenapa ia menangis sepagi ini.
"Baik, Bu...saya segera meluncur..."
Gadis itu terpaku, sampai lupa menyentuh tombol mati.
Berputar gambar di kepalanya, kemarin suami Bu Rosma duduk di meja makan, menyantap sop kegemarannya ditemani sang istri.
Bagaimana bisa malamnya beliau dilarikan ke rumah sakit, dan sepagi ini muncul berita duka?
Rossalinda menyambar tas mungilnya, mengunci kamar kost lalu berlari kecil menuruni tangga. Dilarikannya motornya, berharap cepat sampai di kediaman Ibu Bos.
*
Jendela setinggi gadis bernama Rossalinda, tampak terang meski dihiasi korden transparan bercorak angsa, hewan kesukaannya.
Matahari tampak cerah pagi ini, tetapi Rossalinda sama sekali tak senang.
Dikeluarkannya sebatang rokok, lalu membakar ujungnya dengan wajah sinis.
Ia bosan hidup ini. Tak ada yang menarik untuk dilakukan.
Sebulan yang lalu dirinya harus menderita dan tertekan karena penyidik kepolisian tak cukup ramah untuk seorang tertuduh sepertinya.
Syukurlah kasus pembunuhan suami ibu Bos akhirnya terungkap. Pelakunya ibu Rosma sendiri, yang termakan rayuan kekasih gelapnya.
Lelaki itu bernama Andi. Selain ingin menguasai harta ibu Bos dengan terlebih dulu melenyapkan suaminya, si brengsek itu juga gila wanita.
Dari ibu Bos, Rosalinda tau lelaki itu sudah dua kali gagal dengan rumah tangganya. Lalu bertualang dengan wanita kaya seperti ibu Rosma dan juga yang lainnya.
Celakanya ibu Bos masih saja klepek-klepek, hingga berakhir seperti ini. Beruntung ia tak jadi korban masuk bui, karena namanya terseret-seret entah bagaimana bisa.
Sinar matahari yang menembus kaca jendela, mulai terasa menyengat. Kamar gadis cantik pun, sudah pengap dengan asap rokok.
Di depannya, ada persimpangan yang membingungkan. Ia harus memilih yang mana?
Perutnya terasa melilit. Akhir-akhir ini ia semakin malas makan.
Rossalinda tak mempunyai uang yang cukup untuk bertahan, pikirannya kacau, dan satu-satunya yang mempunyai tawaran pekerjaan hanyalah lelaki brengsek itu.
Semalam Andi merusak hidup dan masa depannya. Sebagai imbalan, dirinya boleh bekerja di pub malam.
Begitu sulitnya semua ini dia lewati, tanpa ayah dan ibunya seperti dulu. Bahkan untuk sesuap nasi.
Dua bulir bening jatuh menimpa selembar ijazah SMU yang tak berguna di tangannya. Ia terkejut juga.
Disimpannya benda itu ke dalam laci. Ia tak ingin merobeknya karena emosi.
"Ya Allah, tolonglah hambaMu ini..." bisiknya di ujung keputusasaan.
"Aku tak mempunyai teman. Orang-orang selalu bilang aku anak koruptor..." suaranya mulai bergetar.
"Aku tak mempunyai masa depan lagi. Aku juga tak punya harapan...."
"Tolong lepaskan aku dari jalan yang gelap. Tolong beri aku pekerjaan yang Engkau ridhoi..."
Gadis cantik beranjak dari depan jendela menuju kamar mandi. Ia menyiram tubuhnya sepuasnya sampai terasa segar dan wangi.
Dipilihnya pakaian pantas, menghias dirinya sebentar di depan cermin, lalu pergi dengan motornya.
Rossalinda akan mencari jalan yang lurus, bukan jalan gelap dari seorang seperti Andi.
Selesai
Posting Komentar untuk "Kabut Gadis Cantik"