Ketika Foto Bercerita
Foto ilustrasi: Puncak Gungung Kerinci dari udara, 22/02/2020. Foto NURSINI RAIS
Foto adalah salah satu media untuk menyimpan kenangan bisu. Setelah mengikuti Kelas Teknik Fotografi yang diprakarsai oleh SKB, dengan pemateri Mas Tonny Syiariel, saya baru menyadari bahwa benda mati ini dapat juga berkisah tentang banyak hal.
Tak percaya? Simak apa kata 9 potret berikut dalam 2 kurun. Tentang zaman kini dan ihwal tempo dulu.
A. Tentang Zaman Kini
Potret ini diambil pukul 06.48 saat sang surya mulai menyapa pagi. Dengan imaginer teknik 1/3 kanan, saya mencoba memanfaatkan momen satu jam pertama sinar matahari, yang disebut Golden hour.
Ini adalah hasil jepretan saya yang ke dua pagi Minggu ini. Lokasinya di Desa Koto Majidin, Kecamatan Air hangat, Kabupaten Kerinci. Kurang lebih 25 km sebelah barat kediaman saya.
Hijau rapi dan cantik. Begitu kira-kira foto ini membahasakan kepada saya dan Anda. Di balik lingkungannya yang bersih dan rapi, tergambar culture masyarakatnya yang berkarakter, berbudaya, cinta lingkungan, dan tidak membuang sampah sembarangan.
Potret ini dibidik dengan teknik pormal balance atau simmytrical balance.
3. Kota Sungai Penuh dari Kejauhan
Foto ini memperkenalkan 3 icon sekaligus. Yaitu keelokan Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci, serta Jembatan Kerinduan nan cantik. Apabila anda berdiri di ujung timur jembatan sepanjang 800-an meter ini, akan terlihat jelas dua daerah bersaudara tersebut dikelilingi oleh pebunungan. Kota Sungai Penuh berada di kaki perbukitan.
Tanpa diberitahu pun Anda akan mengerti bahwa daerah yang dipimpin oleh Walikota ini hawanya Sejuk. Begitu juga kembarannya Kabupaten Kerinci.
(Gambar ini diambil dengan teknik tak beraturan).
Bodinya telah miring, plafonnya sobek, kacanya pecah. Mirisnya, sudah peot, ditinggalkan penghuninya pula. Kini bangunan bercat putih ini tak lebih dari seonggok bangkai tak bernyawa. (Poto ini disasar dengan teknik 1/3 kiri).
Nikmat mana lagi yang harus diingkari oleh Rakyat pedesaan. Khususnya di Kabupaten Kerinci. Dikala perekonomian negara sedang tidak baik-baik saja, petaninya hidup sejahtera.
Padi di sawah menguning hasi panen melimpah, sayuran tumbuh subur, nilai jual barang komoditi kulit manis, getah , kopi, dan sawit melonjak tinggi. Sehingga petani tak terimbas oleh kejamnya covid 19.
Demikian kira-kira misteri tersirat di balik foto yang ditangkap dengan teknik tradisional.
6. Pohon Tua Bukti Sejarah
Siapa sangka, pohon karet di tengah sawah ini sudah berusia kurang lebih 100 tahun. Foto ini memaparkan kepada kita bahwa area persawahan rakyat ini dahulunya adalah lahan kebun karet.
Gambar ini dibidik dengan teknik pormal balance atau simmytrical balance.
7. Buah Senggani
Di kampungku, senggani atau senduduk termasuk salah satu tumbuhan liar. Semasa kecil, saya dan teman sebaya menjadikan buah matang senduduk ini sebagai camilan. Rasanya enak dan manis-manis asam. Setelah itu, gigi, bibir, dan lidah berlopotan. Seperti mulut musang habis makan ayam. Hanya warnanya bukan merah darah tetapi ungu. Foto ini diambil dengan teknik semaunya.
8. Tanaman Hias Sri Rejeki
Emak-emak kampung menyebutnya jeluang. Tanaman ini dikenal dengan nama Srirejeki. Kini tumbuhan berdaun ping ini ikut meramaikan dunia perbungaan di tanah air.
Tanaman ini menyisakan sejarah pahit dalam dalam hidup saya. Semasa kelas 4 SR, saya pernah terjerembab ke dalam sumur tua sedalam 3 meter.
Pasalnya, disuruh Emak ngambil daun jeluang. Gunanya untuk obat adik kecil yang punya hobi nangis siang malam.
Untung air sumurnya tidak terlalu dalam. Hanya sepinggang saya. Tapi saya harus berjuang keras seorang diri untuk keluar. Sebab di sekitar tak ada siapa-siapa.
(Potret ini diciduk dengan nilai ISO tertinggi. Yaitu angka 3200).
9. Bunga Pukul Empat
Orang kampungku menyebutnya bunga kajirat. Uniknya tanaman hias berbahasa ilmiah Mirabilis jalapa ini bunganya mengembang setiap pukul empat sore.
Foto ini mengajak saya bernostalgia pada era 60-an. Ketika kuncupnya mulai mengembang, Nursini si gadis pedusunan ini mulai star ke dapur memasak nasi dan sambal.
Saat Emak pulang dari sawah atau ladang, si cantik ini sudah mekar sempurna. Semuanya telah terhidang di tudung saji.
Bunga ini juga sebagai penanda masuknya waktu salat Ashar. Maklum 20 tahunan pascakemerdekaan, hanya orang kaya yang mampu membeli jam.
Potret ini disasar dengan nilai ISO terkecil yakni angka 100,
Demikian cerita di balik 9 potret hasil jepretan saya dalam dua durasi. Era kini dan masa lalu. Untuk diketahui, kesembilan foto tersebut saya ambil menggunakan camera HP, pada hari ini, Minggu 17 Januari 2021. Kecuali gambar nomor 7 yang saya dokumenkan pada hari Kamis 14 Januari 2021. Semoga bermanfaat.
****
Posting Komentar untuk "Ketika Foto Bercerita"