Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Syaira, Cinta tanpa Tepi

gambar: id.pinterest.com


Kebun yang berada di belakang rumah nampak asri. Bunga Desember belum lagi mekar tetapi semarak warna Bunga Aster mewarnai setiap sudut.

Sebelum pesta kebun di mulai, keluarga berkumpul di ruang tengah yang cukup luas. Berlantai marmer putih pualam yang nampak mewah. 

Tawa Mekan menggemparkan seisi rumah. Semua memandangnya penuh ceria. Dalam batin mereka Mekan memang pandai berbicara dan sangat menyenangi hal yang berbau humor. 

Hanya Syaira yang terdiam seribu bahasa. Ia sedang menyakinkan dirinya sendiri untuk melepaskan Mekan selamanya dalam hidupnya. Menurut Syaira, Mekan dan dirinya amat jauh berbeda meski Mekan adalah lelaki pertama yang bisa bertahan sejauh ini.

Syaira sudah berusaha sesetia mungkin mendampingi Mekan, menjadi kekasih dari seorang selebritis lokal nyatanya acap membuat dirinya letih. Syaira akan mengatur segalanya hingga Mekan dan orangtuanya takkan terlukai sedikit pun.

Syaira sengaja bersabar dengan segala hal yang sedang berlangsung. Sudah lama sekali ia berharap momen kumpul keluarga seperti sekarang ini muncul. Situasi pandemi tak menghalangi keluarga Mekan dan Syaira mengadakan pesta kebun secara sederhana.

Syaira menarik tangan kekasihnya lembut. Ia minta waktu agar Mekan bisa berbicara berdua saja untuk memastikan bahwa semuanya sesuai rencana. Tak ada hal yang terlewat yang bisa menjadi celah hingga berujung kegagalan.

“Thadira nampak anggun, kurasa waktunya sudah pas untuk mengumumkan kapan kau akan melamarnya,” bisik Syaira memastikan bahwa Mekan benar-benar sudah dalam track yang benar.

Mekan hanya menganggukkan kepala perlahan. Hatinya memang sangat tertarik dengan Thadira adik kandung Syaira. Di matanya Thadira punya banyak hal yang membuat Mekan tak henti mengagumi. Anehnya lagi pesona Syaira saat ini seakan lenyap ditelan bumi. 

Orangtua Mekan bahkan berencana membelikan sebuah rumah mewah bila memang Thadira yang Mekan pilih untuk menjadi pendamping hidupnya. Thadira selain cantik dan anggun, menurut orangtua Mekan, gadis itu cerdas serta sopan. Sempurna.

Raden Mekan Dariasasmita menghela nafas panjang, rasanya tak percaya bila Syaira memang mengatur semuanya agar dirinya bisa mengalihkan cinta pada adik Syaira yang baru lulus kuliah di fakultas kedokteran. Usia mereka memang tak terpaut jauh. Hanya dua tahun tapi agaknya justru Thadira yang nampak jauh lebih dewasa.

“Benarkah kau tak akan menikah?” tanya Mekan kecewa, ia masih bisa mengingat satu masa dimana ia begitu tergila-gila pada Syaira. Dalam mimpinya bahkan Syaira kerap muncul menjadi istrinya yang sedang sibuk mengurus empat orang anak. Ah.

Kini Mekan seakan berada di tempat asing saat menatap mata Syaira. Awalnya Mekan menduga ada orang ketiga, Syaira jatuh cinta pada Gumilang, sahabat karibnya. Tapi, Beberapa bulan lalu Gumilang sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.

Syaira memang jadi idola mereka berdua. Mereka satu kampus. Syaira adik angkatannya, dia gadis manis bermata cantik, cerdas sekaligus berhati emas. Berkali-kali jalan terjal yang dilalui oleh Mekan ketika awal-awal masih terseok-seok saat meniti karir dan memulai usaha tanpa campur tangan orangtua, Syaira jua yang memberi segenap nasehat agar senantiasa kuat. Akhirnya buah perjalanan yang terasa manis kini berada dalam genggaman Mekan.

“Dalam hati ini, rasa sayang kepadamu takkan pernah hilang,” ucap Mekan pilu. Ia tak bisa membayangkan Syaira hidup sendiri hingga menua.

Syaira tersenyum simpul, hatinya sebenarnya teriris melepas Mekan tapi, demi satu hal yang tak pernah bisa Syaira ungkap pada Mekan, ia harus merelakannya dengan cara yang indah.

“Seiring berjalannya waktu, semuanya akan baik-baik saja,” tukas Syaira tegar. Untuk terakhir kalinya, Syaira menggenggam erat kedua tangan Mekan, persis seperti saat setiap kali dirinya berusaha meyakinkan Mekan untuk menempuh satu jalan yang dianggap sulit dilalui.

“Semoga,” timpal Mekan menahan haru yang tiba-tiba menyeruak dalam hatinya. Ia tahu takkan ada yang bisa menggantikan kenangan indah antara mereka berdua. Meskipun Syaira berjanji tak akan menikah dengan siapapun, tapi selalu ada luka menganga bila kelak Syaira bersama yang lain apalagi bila lelaki itu adalah Gumilang. Namun, tetap saja ia merasa iba bila Syaira hidup sendiri tanpa ada seorang pendamping dalam hidupnya.

@@@

Setahun berlalu, pada Bulan November pertengahan Bunga-bunga Desember di pekarangan rumah Mekan mekar sempurna. Merahnya begitu sempurna. Ini kunjungan pertamanya sejak Thadira menikah, Syaira akan bertemu keponakan baru. 

Thadira baru seminggu melahirkan, bagaimanapun Syaira harus memberi ucapan selamat. Ia juga membawa Hatina Gum Perkasa turut serta. Anak laki-laki yang baru berumur sepuluh bulan. Hatina anak yang tampan, mata elang Gumilang melekat sempurna di wajah oval seputih salju mirip Dianne, ibundanya yang meninggalkan Hatina beberapa hari setelah lahir. 

“Jadi, janjimu untuk tak menikah hanya dusta belaka?” tuding Mekan geram. Benar, saat ini suasana hatinya diliputi bahagia Thadira melahirkan darah dagingnya dengan selamat dan tak kurang suatu apapun. Namun demikian melihat Syaira Rahman mengandung anak Gumilang rasanya langit-langit rumahnya tiba-tiba menciut dan membuat sulit bernapas dan rasa sesak menekan jantungnya.

“Baiklah, saatnya aku berterus terang. Memang aku berjanji tak akan menikah denganmu atau siapapun,” terang Syaira sembari meletakkan Hatina di kursi makan khusus anak yang dibeli Thadira untuk calon anaknya. 

Pikiran Syaira melayang mengenang percakapan rahasia antara dirinya dan Gumilang.

Gumilang dalam kebimbangan saat mengetahui Dianne sakit kanker. Perjodohan memang kerap mendatangkan pertentangan tapi, menentang orangtua bukan sesuatu yang terpuji. Ini berkaitan dengan rasa terima kasih serta kepedulian terhadap sesama. 

"Kuharap kamu mengerti, aku akan menikah dengan Dianne, ia sedang   dalam kesakitan. Dokter memvonis usianya tak akan lama lagi. Semoga ada keajaiban bila Dianne menikah dan punya anak.

Syaira berjarak dua langkah dari Mekan, ia hanya berjaga-jaga agar Mekan tidak sampai limbung. Jantung Mekan baru saja di pasang ring, jadi setiap perkataannya harus sehalus mungkin agar tak membuat Mekan jauh tertekan.

“Kau adalah suami adikku, aku telah menganggapmu seorang kakak. Sementara Gumilang membutuhkan aku karena istrinya terkena kanker, bayinya selamat tidak dengan Dianne. Hanya aku yang kenal Dianne dan Gilang memercayakan bayinya untuk kubesarkan.” Sejurus Syaira terdiam. Ia menatap Mekan penuh rasa khawatir. 

“Sejak lama Gumilang meminta menikah denganku tetapi, aku menolaknya karena kamu, karena sakit yang kau derita. Tak mungkin aku memutuskan sesuatu yang membuatku menyesal kelak.” Syaira menghela nafas.

Sebenarnya kakinya cukup penat akan tetapi rasa takut melukai Mekan membuatnya tegar. Kali ini Syaira berniat membuka tabir mengapa ia harus menyalahi janjinya.

“Thadira yang menolongku, ia menyukaimu sejak lama, makanya aku membuat kalian dekat, sedekat mungkin. Ternyata gayung bersambut. Kau pun menyayangi Thadira,. Kupikir itu lebih dari cukup,” imbuh Syaira.

Mata Mekan berkaca-kaca, tak disangka Syaira memang wanita yang begitu tegar, rela melepaskan Gumilang demi Dianne bahkan adiknya. Cinta Syaira yang teramat besar sanggup melepas Gumilang agar mampu mebahagikaan Dianne di hari-hari terakhir hidupnya. Luar biasa.

Selama ini Syaira hanya iba pada dirinya, sahabatnya sedari kecil yang juga masih ada hubungan kerabat. Jadi itu alasannya mengapa Syaira mengandung anak Gumilang. Ternyata karibnya adalah cinta sejatinya. 

“Damn!” batin Mekan,…, “Seharusnya aku tahu, selama ini Gumilang hanya mengalah demi aku.”

“Andai waktu bisa kuputar ulang, tentu aku akan melepaskanmu sejak dulu agar bahagia bersama Gumilang,” ujar Mekan perlahan. Ia mengelus dadanya agar merasa sedikit lega. Tangannya meraih kursi yang ada di dekatnya.

“Duduklah Syaira,” pinta Mekan halus.

Syaira mengangguk sembari melirik Hatina yang asyik bermain ditemani Thadira. Untunglah bayinya sedang terlelap, Thadira pun nampak segar.

Thadira diam-diam mendengarkan percakapan mereka. Di sudut matanya menetes bulir bening yang segera diusapnya. Ia tak ingin kakaknya menyangka bahwa ia merasa sedih bahwa Mekan belum bisa melepaskan Syaira sepenuhnya. Kakak Syaira memang istimewa, cintanya tak bertepi. Melampaui awan-awan menembus batas langit menggapai matahari.


Bandung, 13 Januari 2021

Nulis Bersama
Nulis Bersama Ruang berbagi cerita

Posting Komentar untuk "Syaira, Cinta tanpa Tepi"

DomaiNesia