Warung Kopi Milik Mas Agus
Warkop milik Mas Agus | Foto: Siti Nazarotin |
Kedai kopi? Warkop? Waaah saya sangat asing dengannya. Sama sekali belum pernah menyambangi tempat-tempat itu. Suami juga nggak pernah ngopi di luar. Makan di luarpun mesti dengan saya.
Nulis tentang warkop adalah tantangan tersendiri buat saya. Bagi orang lain mungkin terlihat sangat mudah. Apalagi menulis warkop yang omzet perharinya kisaran 75 ribu sampai 150 ribu. Susah mak!
Sudah beberapa hari saya nanya teman-teman, kiranya punya referensi warkop yang bisa saya sambangi. Hasilnya nol. Lalu terlupakan dengan kesibukan lainnya.
Berburu Mencari Warung Kopi ditemani Suami
Tetiba malam ini, ada yang ngingetin, batas waktu terakhir mengirimkan tulisan tentang warkop dalam even Ulang Tahun Mbak Widz. Seorang penulis Diaspora yang tinggal di Negeri Paman Sam.
Seketika saya mengajak suami untuk mencari tempat ngopi. Berhasilkah? Tunggu dulu, jangan buru-buru pingin tahu. Saya ceritakan saja ya.
Tempat pertama yang saya sambangi adalah Warung kopi sekaligus warung makan, juga menyediakan aneka gorengan. Suami pesan segelas kopi dan saya pesan segelas teh. Agar saya bisa nanya-nanya pada pemilik warung, sambil ngeteh saya ambil weci dan tahu isi.
Eeeee tak menyangka, ibu pemilik warung sama sekali nggak ramah. Saya sudah berusaha ngrayu biar dia agak mencair dan mau diwawancarai, tetap saja, senyumnya takkunjung tiba. Saya masih ngeyel bertanya-tanya, jawabannya pendek-pendek dan tak memuaskan. Namun ada beberapa hal yang bisa saya simpulkan bahwa warung nya tidak termasuk kategori dalam event ini.
Dagangannya lumayan banyak, warungnya buka selepas maghrib sampai dini hari. Saat saya tanya, apakah semua dagangannya mesti habis dalam semalam. Ia menjawab iya. Saya prediksi omzetnya perhari 500 ribu dapatlah.
Selepas membayar, saya mengajak suami untuk mencari tempat ngopi lainnya. Kata suami, aku ingat punya teman yang punya warkop, coba kita ke sana ya. Sesampainya di warkop milik teman dari suami, ndilalahnya kok ya tutup.
Saya masih semangat, ayuk kita cari lagi Mas. Masak nggak bisa menemukan sih. Malam ini harus bisa nulis tentang warkop lo. Untuk SKB dan Mbak Widz yang lagi ultah, kata saya.
Warung Kopi Lesehan Milik Mas Agus
Setelah menyusuri jalan ke arah utara, sekitar 4 kilo meter dari rumah, akhirnya saya menemukan tempat ini. Sebuah warkop milik Mas Agus yang ada di daerah Bence Kecamatan Garum. Buka selepas maghrib sampai sepi pengunjung. Saat saya tanya, paling pagi jam berapa, jawabnya sampai jam 02.30.
Mas Agus sedang melayani saya dan suami | Foto: Siti Nazarotin |
Warkop milik Mas Agus, menyediakan beberapa macam kopi. Ada kopi hitam murni, ada pula aneka kopi sachetan. Pun menyediakan wedang jahe dan wedang rempah.
Camilan yang disediakan cukup menarik. Ada jadah bakar, ketan bubuk, mie rebus, krupuk sambel dan jajanan lainnya.
Saya pesan dua gelas kopi hitam yang dikasih jahe geprek. Gelasnya kecil saja, karena tadi kan sudah minum di warung yang pertama. Perut bisa kembungkan kalau kebanyakan minum. He he he.
Ditambah jadah bakar lima iris, sebagai teman ngopi. Untung Mas Agus orangnya sangat supel. Menjawab semua pertanyaan saya dengan ramah. Omzet Mas Agus perhari kisaran 100 ribu sampai 150 ribu.
Pingin Resign dari Pekerjaan Sebelumnya dan Mengelola Warung Kopinya
Saat saya tanya pekerjaannya apa ya hanya buka warkop atau ada pekerjaan lainnya, Mas Agus menjawab, sebenarnya sudah ada pekerjaan tetap yaitu sebagai karyawan di perkebunan kopi di wilayah Ngadirenggo Kecamatan Wlingi. Namun Mas Agus malah pingin resign dari pekerjaannya itu. Anehkan?
Alasannya adalah, setiap hari berkutat dengan angka-angka dan itu angka yang dihitung bukan miliknya, ia malah pingin pekerjaan yang santai, ya seperti warkop ini. Warkop milik pribadi dan dikelola sendiri.
Menikmati kopi hitam dan jadah bakar | Foto: Siti Nazarotin |
Ke depannya kalau sudah bisa resign dari perkebunan kopi, Mas Agus akan lebih fokus lagi mengelola warkopnya.
Saya melihat sosok Agus ini orangnya memang santai. Sekilas tadi saya lihat seorang wanita yang berjualan, ternyata Mas Agus berambut gondrong. Jadi ingat orang Curup nih. Wkwkwk.
Setelah menghabiskan kopi dan jadah bakar, dan krupuk sambel buat nakdis, sayapun membayarnya, jadah bakar lima biji 5 ribu, kopi dua gelas 6 ribu, krupuk sambel 10 ribu, semua habis 21 ribu.
Selalu Optimis dalam Menjalani Pekerjaan
Saya melihat sosok Agus ini adalah seorang yang selalu optimis dalam menjalani kehidupan. Termasuk dalam menjalani pekerjaannya.
Ada beberapa hal yang bisa saya simpulkan di sini bahwa:
1. Pekerjaan apapun itu kalau kita jalani dengan rasa optimis dan senang hati, akan mendatangkan rezeki. Meskipun di tengah Pandemi Covid 19, Mas Agus optimis bisa tetap mendapatkan rezeki.
2. Pekerjaan tetap yang sudah Mas Agus jalani selama ini belum bisa memuaskan dirinya. Nyatanya Mas Agus malah pingin resign dan pingin mengelola usaha warkopnya. Bekerja harus sesuai dengan passion begitulah kira-kira ya.
3. Meskipun omzet perharinya tidak terlalu banyak, namun Mas Agus menikmati dan mensyukurinya.
Semoga Mas Agus bisa mengelola warkopnya lebih baik lagi dan harapannya bisa mendatangkan pundi-pundi yang lebih banyak. Aamiin.
Demikian tadi artikel saya tentang Warkop milik Mas Agus, semoga bermanfaat dan menginspirasi.
Artikel ini ditulis untuk even SKB dalam rangka ulang tahun Mbak Widz, semoga panjang umur dan hidupnya semakin bermanfaat buat orang-orang di sekelilingmu ya Mbak.
Saya sangat senang bisa mengenal sosokmu Mbak. Semoga saya bisa meneladani sosokmu, sebagai orang yang murah hati dan dermawan.
Salam ngopi-ngopi.
Siti Nazarotin
Blitar, 8 Pebruari 2021
Posting Komentar untuk "Warung Kopi Milik Mas Agus"