Ayah Sujud Kayak Batman
Bulan Ramadan selalu identik dengan tradisi bernostalgia. Terutama semasa anak-anak masih kecil, tatkala mereka mulai belajar berpuasa.
Alhamdulillah, saya punya anak dua. Tak ada yang susah mengajaknya berpuasa. Ketika demam pun mereka bersikeras tak mau berbuka.
Malahan bulan puasa adalah momen yang paling mereka tunggu-tunggu. Khususnya bagi si bungsu. Dia akan bebas keluar malam, dengan dalih salat tarawih.
Kondisi begini tidak dia temui pada hari-hari biasa. Meskipun sebenarnya tarawih-tarawihan. Lebih banyak bergurau ketimbang salatnya. Namanya anak laki-laki.
Kadang-kadang dia dan teman sebayanya masuk musala sebatas melaksanakan salat Isa. Tarawihnya sekadar menjawab salawat Bilal saja, “... Allaahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammad” (yang diteriaki ramai-ramai “Muhammad”-nya). Setelah itu mereka kabur. Dan kembali masuk saf kapan maunya.
Usai tarawih, tadarusan dari rumah ke rumah bergilir malam. Habis itu mereka nginap dulu di musala.
Pukul 03.00, mereka ramai-ramai membunyikan kentongan dari kaleng kosong, sambil berteriak, “Sahuuur ....! Sahuuur ...!” Star dari titik awal RT kami, berakhir di ujung desa.
Hal seperti ini tidak ditemui lagi beberapa tahun terakhir. Tiada anak cilik menjawab salawat Pak Bilal, meneriaki “Muhammad.” Tak ada pula mereka yang tidur di musala. Apalagi membunyikan kentongan.
Bocah-bocah cowok yang masuk musala pun bisa dihitung dengan jari. Yang lainnya entah kemana.
Satu lagi momen yang paling saya rindukan dengan si bungsu. Siap-siap mau berangkat tarawih, dia sering mengingatkan ayahnya. “Sebelum pakai sarung, pakai juga celana pendek yang tebal ya, Yah! Dedek malu. Kalau ayah rukuk dan sujud, kawan Dek bilang garis color ayah tanpak. Kayak batman.”
Lain anak cowok, beda pula anak cewek. Si sulung ini sangat susah bangun sahur. Saya rangkul dan peluk tubuhnya, disuruh duduk dan buka mata. Eh ..., belum semenit, dia berbaring lagi. Hal serupa terulang sampai dua atau tiga kali, sebelum akhirnya bangun benaran.
Suatu malam saya agak telat bangun. Waktu imsak tinggal beberapa menit. Saat dibangunkan, dia masih seperti biasa. Saya tarik kasurnya, terus teronggok jatuh ke lantai bersama tubuhnya.
Apa yang terjadi? Jangankan menangis, melek pun dia tidak. Sudah diomelin dan dilepaskan selimutnya, baru dia merengek. Luar biasa. Cewek, tapi tidak mudah nangis. Kalau keduanya berantam, si adek bagian nangisnya, dia jadi tukang cibir.
Andai waktu bisa diputar, saya ingin kembali ke masa itu. Memeluk dan mengelus bagian tubuhnya seperti masa dulu.
Kini 30 tahun telah berlalu. Nostalgia indah itu telah pergi, mengikuti langkah takdirnya masing-masing. Mereka telah punya kehidupan sendiri-sendiri, di dua kota berbeda.
Syukur, dari kecil sampai mereka berumah tangga, setiap lebaran kami tetap berkumpul. Keduanya pasti pulang, anak-anak dan istri/suaminya juga diboyong. Kecuali semasa si bungsu berada di luar negeri.
Sekian kisah ayah sujud kayak batman, yang tak terlupakan sepanjang masa. Semoga bermanfaat dan inspiratif. .
****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi
Posting Komentar untuk "Ayah Sujud Kayak Batman"