“The Sixth Sense”
Sumber : Dokpri
Ada yang pernah nonton film “The Sixth Sense” dibintangi oleh Bruce Willis? Wah, sudah lama banget tuh film! Bruce Willis belum sebotak sekarang! Ha..ha..
Saya teringat seorang teman yang berkomentar, “Enak kali ya punya indra keenam, bisa melihat apa yang orang tidak bisa lihat, bisa mengetahui apa yang orang tidak ketahui!”
Kelihatannya mungkin enak, tapi sebenarnya tidaklah sesederhana itu.
Saya sendiri bersyukur dikaruniai lima panca indra lengkap. Banyak orang-orang di luar sana yang saat dilahirkan tidak memiliki indra lengkap. Atau, setelah lahir terpaksa harus kehilangan beberapa indranya karena satu dan lain hal,
Kalau bagi saya pribadi “The sixth sense” atau panca indra keenam itu sebetulnya dimiliki oleh setiap orang, yang kita sebut firasat. Sayangnya tidak semua orang selalu mau mengikuti atau mempercayai akan firasatnya sendiri.
Mungkin bukannya tidak mau mengikuti ya, tapi lebih karena tidak mengerti apa arti firasat mereka tersebut.
Satu contoh misalnya, enam belas tahun lalu, saat menelpon Ibu, beliau mengatakan kalau Daddy (Ayah) saya sakit. Entah kenapa firasat saya begitu kuat mengatakan kalau saya harus pulang. Padahal saya baru saja pulang ke tanah air tiga bulan sebelumnya.
Biasanya kalau mendengar kabar beliau sakit, saya selalu berpikir pasti sebentar lagi sembuh. Maklumlah, sudah sepuh!
Bersyukur firasat itu saya ikuti, karena seminggu setelah kedatangan saya di tanah air, Daddy kemudian berpulang. Saya menjadi orang satu-satunya yang diberi kesempatan mendampingi beliau saat sakratul maut itu datang menjemput.
Cerita teman saya di New Jersey lain lagi. Sebut saja namanya Cathy. Gadis pecinta olah raga ini fans beratnya “New York Yankee” tim. Hobinya setiap hari minggu adalah pergi ke stadium baseball di New York, untuk melihat timnya bertanding.
Cathy yang selalu membeli tiket masuk stadium secara online, suatu ketika mengungkapkan kepada saya kalau ada rasa “malas” yang sangat kuat untuk membeli tiket.
Tetapi sayangnya Cathy tidak mengikuti firasatnya tersebut. Niat untuk membeli tiket dan melihat pertunjukan baseball tetap dijalaninya. Lalu apa yang terjadi?
Ternyata, baru seperempat pertunjukan berlangsung tiba-tiba permainan harus dihentikan karena hujan besar. Ditambah pada saat hendak pulang, mobilnya di “T-bone” atau disalip kendaraan lain.
Mobilnya mengalami kerusakan besar dan Cathy dibawa ke rumah sakit. Untunglah luka-lukanya tidak begitu parah!
Saat saya jenguk, Cathy sempat berkomentar “Pantesan ya, waktu itu kok males banget mau beli tiket”
Perasaan “malas” Cathy ini menurut saya adalah indra keenamnya yang bicara, namun Cathy memilih untuk tidak menghiraukannya.
Karyawan suami saya lain lagi. Sebut saja inisial namanya si B.
B mengungkapkan kepada suami saya kalau dia sering mempunyai perasaan yang aneh dan tidak mengerti apa arti perasaan anehnya tersebut. Hal ini membuat ia depresi, hingga ia memeriksakan dirinya ke psikiater.
Kalian tahu Stephen King kan? Penulis cerita fiksi horor atau supranatural ini, tinggal sekitar 45 menit dari rumah saya di Florida. Kebetulan beliau adalah salah satu klien suami saya.
Stephen King ini setiap butuh pelayanan, tidak mau dilayani oleh orang lain kecuali si B. Ini kadang membuat saya merinding!
Suatu hari saya, suami dan si B sama-sama bermain golf. Maaf ralat, saya tidak bermain golf. Hanya mendampingi suami. Saya punya tugas menjadi supir golf cart dan membawa mereka keliling lapangan golf, he .. he..
Saat sedang bermain, tiba-tiba si B mengatakan kalau perasaannya tidak enak. Si B yang menjomblo ini khawatir barangkali ada sesuatu yang terjadi dengan rumahnya.
Suami sayapun menyarankan agar ia menelpon tetangganya untuk mengecek keadaan rumahnya. B mengikuti saran suami saya. Saat ditelpon, tetangganya mengatakan tidak terjadi apa-apa dengan rumah B.
Setelah mengetahui semuanya baik-baik saja, merekapun kembali meneruskan permainan golf.
Tidak lama setelah itu, ia mengatakan bahwa perasaannya masih saja tidak enak dan mulai berpikir mungkin akan terjadi sesuatu bukan dengan rumahnya tapi dengan tetangganya itu sendiri.
Lalu B memutuskan menelpon tetangganya kembali, dan ternyata tetangganya juga baik-baik saja.
Sepanjang bermain golf, B masih terus membicarakan perasaannya yang tidak enak tersebut, Karena kesal tidak bisa menikmati permainan golf karena harus mendengar keluhan si B yang tidak hentinya, akhirnya suami saya menyudahi permainan.
Keesokan harinya, B menyampaikan berita kalau tetangganya yang sempat dia hubungi kemarin itu meninggal dunia. Tiga menit setelah berbicara dengan B yang kedua kalinya di telpon, ia kena serangan jantung dan tewas seketika. Serem, yaa...
Bedanya dengan si B, kalau firasat hanya saya rasakan sesekali saja datangnya, si B ini bisa setiap hari dan setiap saat, hingga mengganggu performanya di kantor. Seperti misalnya suatu hari B menelpon tidak bisa masuk kantor karena perasaannya gak enak.
Bayangkan, kalian menelpon boss dan mengatakan izin tidak bisa masuk kerja karena ada perasaan yang tidak enak. Lha, apa gak akan diketawain? Gak dianggap gila saja sudah bagus!
Tapi untungnya si B tidak masuk hari itu. Terjadi kecelakaan besar pada rute yang biasanya ia lalui setiap pergi menuju kantor. Beberapa orang mati Jadi, bayangkan andai saja ia tidak mengikuti firasatnya, apakah mungkin ia menjadi salah satu korban yang mati? Tuhan Maha Mengetahui!
Jadi begitulah si B pada akhirnya terpaksa dipecat karena sering tidak masuk kerja karena alasan yang sangat tidak masuk akal.
Suatu hari B bertandang ke rumah (setelah dipecat), dan memberikan sepotong kertas kecil kepada suami saya. Kertas tersebut ternyata bertuliskan :
1. Buku-buku cerita untuk keponakan-keponakan
2. Video game untuk sepupu.
3. Jam tangan untuk Ayah
4. Lemari donasikan ke Good Will
5. Dan lain-lain.
Suami saya yang selalu menganggap B adalah orang yang eksentrik, tidak banyak bicara saat menerima kertas itu.
Suatu hari giliran suami yang punya firasat ingin menelpon B. Sehari sebelumnya suami saya melihat lowongan kerja di sebuah perusahaan yang kebetulan suami kenal baik pemilik perusahaan itu.
Mengingat B belum juga mendapat pekerjaan setelah dipecat, suami saya berpikir untuk menelpon dan memberi tahu B perihal lowongan kerja itu.
Lagi-lagi jawaban aneh yang diberikannya. B menolak tawaran kerja itu karena perasaannya masih sering tidak enak!
Sorenya pada hari yang sama, bel rumah saya berbunyi. Ternyata seorang Sheriff datang menginterogasi suami saya. B bunuh diri dengan menembakkan pistol di kepalanya.
Suami diinterogasi karena suami saya adalah orang terakhir yang menghubunginya ditelpon. Anehnya lagi, barang-barang di rumahnya tertempel ‘sticky note’ dan notes-notes tersebut sesuai dengan apa yang ada di kertas yang pernah diberikan B kepada suami saya! Horor banget gak sih?
Bicara soal horor, saya sebelumnya menyinggung nama Stephen King. Nah, saat mengetahui B dipecat, saking loyalnya dengan B, beliau berhenti menjadi klien suami saya.
Balik kepada indra keenam atau “sixth sense” tadi. Sebetulnya kita semua mempunyai indra keenam itu, kalau pandai mengasahnya mungkin dapat kita gunakan sebagai ladang untuk mencari nafkah, seperti menjadi paranormal dan lain-lain.
Bagi mereka yang tidak pandai mengasahnya, mungkin akan depresi dan bunuh diri seperti si B.
Kalau buat saya, “Just follow your gut feeling, that is where your sixth sense comes from”
Widz Stoops - PC-USA - 6.26.2021
Posting Komentar untuk "“The Sixth Sense”"