Vaksin Berbayar Salahnya di Mana?
Salahnya di pemikiran orang yang memang mau ngaco. Hal yang sederhana sebenarnya. Ada yang gratis dengan segala konsekuensinya. Berbayar juga dengan segala akibat dan kemudahan yang diperoleh.
Berbayar jelas tidak perlu antri. Yang punya uang langsung bisa beli di mana tempat vaksin dijual. Ini bukan tempe yang tiga hari siap jual. Barang ini seluruh dunia berebut, yang memroduksi juga sangat terbatas.
Masalah, ketika ada yang tersedia untuk rakyat kebanyakan, gratis, dan disediakan pemerintah dengan segala konsekuensinya, ditarik untuk dijual. Ini yang perlu dipersoalkan. Aneh dan lucu, belum-belum sudah ribut.
Negeri ini memang biang ribut dan ribet. Masalahnya pada mabuk agama dan politik. Elit yang memang suka berkuasa, hendak menggunakan momentum ini untuk mengambil keuntungan. Rakyat dijadikan alat untuk menolak dan memrovokasi agar ada gejolak.
Siapa yang mau antri dan sabar, ya akan dapat, entah kapan. Di lapangan, susah kog bisa mendapatkan akes bisa memperoleh vaksin, yang umum, tanpa masuk kategori profesi ataupun uur lho ya.
Tawaran berseliweran di sini ada, di sana tersedia, tapi tanpa ada “orang dalam”, ya tetap saja susah. Ini kog cenderung adanya permainan, menghambat agar negara gagal menangani pandemi.
Berbayar atau tidak sama saja. Mengapa ribut? Tuh BPJS berbayar atau mandiri ada, yang dibayari negara juga ada. Kog tidak ada yang sewot dan mengatakan negara gagal? Atau karena inisiatif sejak zaman yang sekarang teriak-teriak?
Sekolah ada negeri, ada swasta. Ini identik, yang memang keuangannya mepet ya masuk negeri, karena swasta sangat mahal. Kog tidak ada yang mengatakan negara gagal menyediakan sekolah negeri semua?
Aneh dan lucu, maunya sosialis, semua negara tanggung, negara menanggung semua beaya hidup warganya. Lha komunis dihujat, dijadikan musuh, bahkan menuding pihak lawan politik komunis, tapi ajarannya dijadikan acuan dan keinginan.
Maunya liberal dalam berpendapat. Kebebasan adalah segalanya. Urusan bantuan dan jaminan maunya sosialis, ini kan munafik namanya. Demokrasi namun dengan azas dasar demokrasi enggan menghargai.
Bangsa ini terlalu banyak intrik yang sejatinya urusan uang dan kekuasaan saja. Masa lalu yang enggan diusik kekayaannya, dan juga karena malu terlihat bloonnya, membayar siapa saja yang mau mendeskreditkan pemerintah.
Syukur bahwa rakyat ini sudah makin pinter dan mengerti keadaan dengan keberadaan elit tamak dan haus kuasa itu. Miris elit yang mengaku agamis namun munafik. Mengaku dan menglaim demokrat namun maunya liberal sekaligus sosialis. Hanya mencari keuntungan.
Susy Haryawan
Posting Komentar untuk "Vaksin Berbayar Salahnya di Mana?"