Bab 16. Pesta yang Harus Segera Diakhiri
Bab 16.
Pesta yang Harus Segera Diakhiri
Foto oleh cottonbro dari Pexels |
Maik Schulz seperti terlompat dari tempat tidurnya. Siapa yang berani membangunkannya -- menelepon --tengah malam begini. Tapi saat melihat sebuah nama dalam layar hp-nya, tapak tangannya langsung dingin.
"Papa ...?"
"Mau ikut pesta denganku?" terdengar suara berat di seberang hp.
Maik tersenyum. Sudah lama ia tak mendengar kata 'pesta' itu. Tentu masalah serius hingga 'papa'-nya menelepon tengah malam begini. Dan ia takmungkin menolak.
Bagaimana mungkin ia akan menolak. Papanya inilah sang Retter -- dewa penolong -- saat ia menggelandang di Berlin dulu. Melakukan tindakan kriminal kecil-kecilan: mencuri, berkelahi, dan mencoba narkoba. Tapi akhirnya ia merasakan juga beberapa kali masuk penjara, karena merampok dan menghantamkan pipa besi ke kepala seorang preman.
Keluar dari penjara ia disambut lelaki itu. Wajahnya wajah orang Asia. Tapi kenapa namanya, Craen Mark? Siapa peduli.
"Kau calon murid berbakat," kata lelaki itu.
Dan sebagai 'murid' ia diajarkan sebagai petarung yang tangguh, tak kenal rasa takut. Bagaimana ia diajarkan secara dingin membenamkan peluru ke kepala orang-orang yang dianggap musuh oleh Craen Mark.
Menguasai tempat-tempat hiburan malam, bisnis prostitusi, dan pemasok narkoba, dalam skala besar.
Maik Schulz rasanya ingin terbahak, bila orang-orang di luaran sana mengetahui Craen Mark hanya sebagai pengusaha industri pesawat terbang. Pemerintah Jerman takkan bodoh membiarkan orang luar menguasai industri strategis ini. Ini memang hanya kamuflase.
Puncaknya saat Mark mengajak Schulz menemui Tonny Moeller di Hamburg. Penguasa Reeperbahn -- distrik lampu merah.
Maik Schulz agak gentar. Moeller dikenal sebagai Schlacter -- sang Penjagal. Tapi Mark begitu dingin.
"Bisa kauberikan kawasan Reeperbahn ini kepada anakku." Mark menunjuk Maik Schulz.
Tonny Moeller menanggapi dengan terbahak. "Di Berlin kau boleh bicara begitu. Tapi di sini, Hamburg, adalah wilayah kekuasaanku. Kau berani bayar berapa, hah?!" Moeller terkekeh.
"Dengan ini!" Dan bunyi 'dup''.
Tubuh Moeller terlempar dari kursinya. Dalam hitungan jam anak buah Tonny Moeller disapu dengan senjata mesin oleh anak buah Craen Mark.
Dan Maik Schulz menjadi penguasa baru di Reeperbahn, dan seluruh Hamburg.
Bagaimana mungkin ia melupakan Craen Mark, papanya itu. Dan kini papanya mengajaknya pesta. Ia tahu, itu bukan arti sebenarnya.
Beberapa saat kemudian ia dikirimi gambar, gambar seorang lelaki dengan perawakan sedang. Khas Asia.
Kylian. Mantan pejuang di Afganistan. Pembunuh bayaran.
Wow, wow! Hati Maik Schulz bersorak. Suka, ia suka. Sudah lama ia tak menemui lawan seimbang.
"Siapkan anak buatmu!" Mark mengakhiri percakapan.
***
Di kamarnya Craen Mark tersenyum. Satu duri penghalang akan disingkirkan. Mark yakin kemampuan Maik Schulz, anak asuhnya.
Mark memejamkan matanya.
Mm. Kylian dan Segara harus dipisahkan. Berbahaya kalau sampai mereka bersatu. Apalagi Kylian. Jaringannya begitu luas. Ia tak ingin gegabah.
Sedang Segara, anak baru belajar itu, akan mudah ia singkirkan. Tapi Mark ingin 'bersenang-senang' dulu dengan Segara. Ia menghubungi sebuah nomer. Nomer Jakarta.
Pesannya singkat: Matterangi!
***
Craen Mark memang terlalu kuat. Ia tidak bisa sendirian, pikir Kylian.
Kylian mondar-mandir di kamarnya. Akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi kawan-kawan seperjuangannya semasa berperang di Afganistan dulu. Ada tiga orang yang tinggal di Jerman. Empat, bila digabung seorang desertir yang melarikan diri dari Jakarta. Dan masing-masing dari mereka punya juga pengikut.
Kylian meminta berkumpul di sebuah kawasan pertanian, di pinggiran Berlin. Gatow, letaknya di pinggir Sungai Havel. Gatow dapat julukan "Dorf in der Großstadt" (desa di kota besar). Kawasan itu relatif sepi. Cukup aman menyusun rencana.
Dresscode: Pakaian lengkap!
Itu maksudnya membawa persenjataan lengkap.
***
Pagi ini Maik Schulz sedang mengawasi sebuah tempat. Nampaknya ia sedang menunggu sesuatu. Di tiap perempatan jalan ia juga menempatkan anak buahnya.
Oho, bukan. Ia tidak sepengecut itu. Ia nanti akan menantang duel sendirian lelaki itu. Siapa namanya? Kylian?
Nah, itu!
Sebuah mobil keluar dari sebuah bangunan. Bergerak perlahan, kemudian keluar dari keramaian kota.
Maik Schulz langsung membuntuti, diikuti anak buahnya. Ia melihat mobil itu menuju pinggiran kota Berlin, sebuah kawasan pertanian. Gatow? Maik Schulz menduga-duga.
Di dalam mobilnya Kylian, lewat kaca spion, tahu kalau ia diikuti. Ada empat mobil. Kylian tersenyum. Rupanya aku cukup terhormat juga hingga disambut semeriah ini.
Mudah-mudahan teman-temannya sudah berkumpul di Gatow. Suara-suara tembakan, ledakan ranjau, api, asap, saat di Afganistan, kini membayang lagi.
Kylian memacu mobilnya.
***
Tidak. Tidak!
Lupakan dulu Flora. Ada yang lebih penting lagi: Karaeng Matterangi!
Pamannya itu akan menghabiskan masa tuanya di Turatea. Tapi saat-saat akan pergi ke Makassar, rencananya harus terhenti di Jakarta. Karaeng Matterangi kedapatan menjadi mayat, tubuhnya penuh luka mengerikan.
Segara mengusap wajahnya. Tubuh dan pikirannya begitu letih. Ia tak dapat memejamkan matanya. Kini pesawat yang ia tumpangi sedang menuju Bandara Soekarno-Hatta, setelah sebelumnya transit di Singapura.
Apakah kematian Karaeng Matterangi ada hubungannya dengan Craen Mark?
Pikiran Segara begitu kosong. Ia tak menduga nasib pamannya berakhir tragis seperti itu. Segara sudah menghubungi Masse, seorang kawannya, untuk menjemput di bandara. Masse adalah seorang 'raja'', yang menguasai dunia hitam di kawasan Jabodetabek.
Keluar dari bandara menunggu jemputan Masse, tiba-tiba sebuah taksi menghampiri.
"Maaf, saya sudah dijemput ...," suara Segara terhenti melihat sesuatu benda dari dalam mobil ditujukan ke arah dirinya. Pistol!
"Kami rasa Anda memang memesan taksi." Orang itu berkata seraya membuka pintu mobil.
Segara waspada. Lari? Takmungkin! Di belakangnya ada dua orang berbadan tegap, menghalangi gerak tubuhnya.
Segara membanting rokoknya ke lantai. Menginjaknya hingga lumat. Sambil berpikir siasat apa yang akan dilakukannya nanti, Segara masuk ke dalam mobil.
Di belakang ia diapit dua orang bertubuh besar.
"Selamat datang di Jakarta. Apa kabar Jerman?" Orang yang duduk di depan menyapanya.
Segara tak bereaksi. Ia hanya berpikir, mudah-mudahan nanti Masse bisa menemukan tanda yang ia tinggalkan. Rokok yang diinjaknya tadi adalah sebuah isyarat, bahwa ia sedang dalam bahaya. Ia berharap Masse cepat datang dan menemukan tanda itu. Sebelum petugas kebersihan membersihkannya.
"Pamanmu hebat," suara orang di depan itu.
Tubuh Segara langsung menegang.
"Siapa namanya? Matterangi? Hebat, lelaki tua itu hebat. Dia tak berteriak ketika anak-anak mencabut kukunya." Terbahak.
Darah Segara langsung mendidih.
"Aku berjanji, akan kubuat menyesal seumur hidup kalian, karena telah berbuat begitu terhadap pamanku," suara Segara berusaha tenang, tak kalah gertak.
Orang-orang dalam mobil itu langsung tertawa.
***
Lebakwana, Agustus 2021.
Catatan.
1. Cerita ini fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh-tokoh hanya kebetulan belaka
2. Terima kasih untuk Hennie Triana atas informasinya soal-soal seputaran Jerman.
3. Bab 17 akan dilanjutkan oleh Anis Hidayatie.
Posting Komentar untuk "Bab 16. Pesta yang Harus Segera Diakhiri "