Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Choki Dan Peri Gigi Yang Baik Hati

 

Foto Peri Gigi in Carnival / foto. Dokpri Songo Wolu

CHOKI DAN PERI GIGI YANG BAIK HATI


Sore ini Choki pulang bermain dengan menangis tersedu-sedu. Tangan kanannya memegang pipi kanannya yang tampak memerah. Choki segera menghampiri ibu yang sibuk memasak di dapur untuk menyiapkan makan malam.

“Ada apa Choki ? Mengapa kamu menangis ?” tanya Ibu, menghentikan kegiatannya mengiris-iris daun bawang.

“Gigi Choki sakit, Bu…” jawab Choki masih sambil menangis tersedu-sedu.

Ibu segera memeriksa Choki. Ia menyuruh Choki membuka mulutnya. Dilihatnya di sebelah kanan bawah, memang ada gigi Choki yang berlubang. Dan… hmmm, ada sisa makanan menempel di gigi Choki. Aroma ini tak asing lagi di hidung Ibu.

“Kamu tadi makan apa, Choki ?” selidik Ibu.

Choki diam saja, tidak menjawab pertanyaan Ibu.

“Choki, kok diam saja, Nak ?” tanya Ibu kedua kalinya.

“Choki gak makan apa-apa kok, Bu” elak Choki.

“Yakin, Choki gak makan sesuatu yang enak dan manis saat bermain tadi ?” tanya Ibu lagi.

“Emmm…. Emmm… “ Choki menundukkan kepala sambil menggeser-geserkan kaki kanannya di lantai.

“ Ibu melihat ada sisa coklat di gigi Choki, lho…” kata Ibu sambil mendongakkan kepala Choki ke hadapannya.

Choki menangis lagi. Ahirnya ia berkata, “ Iya, Bu. Maafkan Choki sudah berbohong. Tadi Loli membawa coklat dan permen saat bermain. Choki diberi coklat sama Loli, Bu...”

“Baiklah. Sekarang Choki mandi dulu, giginya jangan lupa digosok yang bersih ya… Ibu mau melanjutkan memasak dulu.” perintah Ibu pada Choki.

= = x x = = o o = = x x = =

Pagi telah datang. Matahari bersinar terang. Choki masih berada di kamar. Matanya tampak merah. Ia masih mengantuk. Semalaman ia menangis merasakan sakit di gigi sebelah kanannya. Semalam, beberapa kali Ibu datang membawakan air hangat untuk berkumur-kumur. Awalnya Choki menurut ketika disuruh berkumur. Tapi rasa air ini aneh. Asin. Ketika Ibu datang lagi membawa air hangat untuk berkumur-kumur, Choki tidak mau berkumur-kumur dengan air itu. Ia memilih menangis saja ketika merasakan sakit giginya.

“Choki… ayo, bangun dari tempat tidurmu, Nak. Segera mandi lalu kita bersiap berangkat ke Puskesmas” tegur Ibu sambil membuka tirai kamar Choki. Sinar mentari menerobos masuk ke dalam kamar Choki.

“Kenapa harus ke Puskesmas, Bu ? Choki di rumah saja ya, Bu. Choki menurut deh, tidak akan makan coklat lagi.” Choki menggeliat malas sambil mengerjapkan matanya yang silau terkena cahaya matahari.

“Choki kuat menahan sakit gigi ya ? Lihat, itu pipi Choki bengkak lho. Kita periksa ke poli gigi ya ?” ajak Ibu setelah memeriksa keadaan gigi Choki.

Choki terdiam mendengar kata-kata Ibunya. Dengan malas ia turun dari tempat tidur dan menghampiri kaca. Dilihatnya pipi kanannya memang bengkak.

“Bu, apakah nanti gigiku dicabut ? Aku takut, Bu “ rengek Choki ketakutan.

“Ibu tidak tahu. Apakah nanti gigi Choki dicabut atau tidak ? Nanti diperiksa dulu ya.” bujuk Ibu.

Akhirnya setelah dibujuk oleh Ibu, Choki melangkah ke belakang, mengambil handuk di rak handuk dan menuju kamar mandi. Sepanjang mandi pagi itu, Choki hanya menangis tersedu-sedu. 

= = x x = = o o = = x x = =

Di depan ruang poli gigi Puskesmas, nampak Choki dan ibunya duduk menunggu antrian dipanggil ke dalam ruang periksa. Choki duduk menempel di sebelah Ibunya, tangan kirinya memegang lengan kanan Ibunya, sedangkan tangan kanannya mengelus-elus pipi kanannya yang terasa membesar. Di depannya, ia melihat ada anak laki-laki yang diantar ayahnya, juga sedang menunggu antrian untuk dipanggil seperti dia.

“Anaknya juga sakit gigi, Pak ?” tanya Ibu Choki pada Bapak berbaju biru di depannya.

“Oh, tidak Bu. Ini gigi depan anak saya goyang. Gigi barunya juga sudah tumbuh. Dia mau cabut gigi hari ini” jawab Bapak tadi. Choki ngeri mendengar kata-kata cabut gigi. “Aduh, pasti sakit sekali,” begitu pikir Choki.

“Oh, begitu ya. Kamu gak takut, Nak, gigimu mau dicabut ?” tanya Ibu pada anak laki-laki di depan Choki. Si anak dengan rambut berjambul seperti jambul burung kakatua.

“Enggak, Bu. Aku berani. Kan aku sudah besar, sudah kelas 1 SD” jawab anak laki-laki tadi sambil tertawa. Jambulnya bergerak-gerak. Dan tampak sang Bapak mengelus-elus kepala berjambul anaknya dengan bangga.

“Nomor antrian tiga, silakan memasuki ruang Poli Gigi” sebuah pengumuman terdengar dari speaker yang menempel di tembok atas.

Si anak berjambul melihat kertas antrian yang dipegang ayahnya. Ia tampak gembira. “Ayo Pak, kita masuk ke ruang poli gigi” ajaknya pada Sang Bapak.

Choki melihat anak berjambul tadi yang dengan santai masuk ke ruangan periksa. Tidak terlihat rasa takut pada wajah anak itu. “Kok bisa-bisanya ya, mau dicabut malah gembira. Anak yang aneh ?” demikian pikir Choki. 

Lima belas menit berlalu. Terasa sebentar bagi Choki. Tahu-tahu, si anak berjambul keluar dari ruang periksa sambil membawa dua kantong plastik kecil di tangannya. Yang satu berisi seperti bulatan-bulatan kapas putih. Dan satunya lagi berisi… hei, apa itu, warnanya putih seperti…

“ Aku sudah cabut gigi. Ini gigiku kubawa pulang, mau kutunjukkan Ibuku di rumah. Kata Ibu, kalau aku berani dicabut gigiku, dapat hadiah es krim coklat kesukaanku” pamer si anak berjambul tadi pada Choki. Ia menunjukkan plastik kecil yang dibawanya. Suaranya menggumam sedikit tidak jelas, karena ada bulatan kapas putih yang dia gigit.

“Mari Bu, kami permisi pulang dulu ya” pamit Bapak berkemeja biru dengan senyum menawannya. Ibu mengangguk membalas senyum sang Bapak dengan senyumnya yang tak kalah mempesona.

“Nomor antrian empat, silakan memasuki ruang Poli Gigi” kembali suara pengumuman mesin antrian menggema di ruangan tunggu. Choki lebih erat lagi menggenggam lengan Ibunya. Itu nomor antrian Choki. Dan Choki benar-benar takut saat ini. “Akan diapakan aku di dalam nanti ? Apakah gigiku juga akan dicabut ya ?” batin Choki.

Ibu mengerti Choki sedang ketakutan. Lengan kanannya didekap erat Choki. Ibu mengajak Choki berdiri dan berusaha menenangkan Choki, “Tidak apa-apa Choki. Ibu ‘kan menemani Choki”

Akhirnya Choki masuk juga ke dalam ruangan poli gigi itu. Ruangannya luas, bernuansa krem. Ada 2 kursi kosong di depan meja. Di seberang sana seseorang berbaju coklat sedang menundukkan kepala, membaca map kuning di depannya.

“Halo, anak cakep, siapa namanya ?” Wanita berbaju coklat itu mendongakkan kepala dan menyapa lembut ketika Choki dan Ibunya duduk di 2 kursi kosong tadi. 

“Choki” jawab Choki dengan singkat.

“Choki sekolah kelas berapa ?” tanya wanita berkacamata itu lagi. 

“Dua” lagi-lagi Choki menjawab dengan singkat.

“Kelas 2 SD, 2 SMP apa 2 SMA, ya ?” canda wanita itu sambil tertawa. Gigi putihnya yang berbaris rapi tampak bersih. 

Choki mulai berkurang rasa takutnya. Ia ikut tertawa mendengar pertanyaan barusan. “Kelas 2 SD donk. Masa’ imut seperti ini dibilang kelas 2 SMP atau 2 SMA”

Ibu Choki lega mendengar anaknya sudah mulai membalas canda ibu dokter di depannya. Sejak kemarin sore Ibu kangen candaan dan keusilan Choki yang tiba-tiba lenyap saat sakit gigi menyerangnya.

“Nah, sekarang Choki cerita, kenapa pagi-pagi begini tidak pergi ke sekolah. Kok malah main ke poli gigi, hayo ?” tanya ibu dokter.

“Mau kenalan sama bu dokter kayaknya” canda Ibu Choki. Lagi-lagi tawa terdengar di ruangan yang terasa sejuk itu. Tawa Choki, Ibunya, dan Dokter Gigi.

Kemudian Choki menceritakan tentang gigi sebelah kanannya yang sakit sejak kemarin sore, tentang coklat yang dimakannya, dan tentang rasa sakit yang dirasakan semalaman hingga pagi tadi. Ibu dokter mendengarkan cerita Choki sambil sesekali tangannya menuliskan sesuatu di map kuning tadi. Pandangannya tetap terfokus pada Choki, sehingga membuat Choki nyaman, karena ia merasa didengarkan.

“Oke. Jadi begitu ya, ceritanya. Sekarang, Choki mau gak diperiksa giginya ? Gigi yang sakit tadi dilihat sama bu dokter. Tapi Choki duduknya pindah kesana” tawar Bu Dokter pada Choki sambil membuka tirai biru yang tertutup sejak tadi. Di balik tirai nampak kursi warna biru, dengan sandaran kepala. Kursi itu dilapisi kain bergambar Spongebob sedang bermain ubur-ubur dengan Patrick. Ada 2 lengan besi di depan kursi itu. Lengan besi yang di atas, di bagian ujungnya ada lampu. Sedangkan lengan besi yang di bawahnya, di ujungnya ada meja kecil dengan beberapa peralatan kecil yang dimasukkan wadah stainless berbentuk seperti huruf C.

Choki sedikit cemas. Apakah ini saatnya giginya yang sakit akan dicabut ? Bu Dokter seperti menangkap kecemasan Choki, ia berkata “Tidak usah takut dicabut giginya. Bu Dokter janji hari ini cuma memeriksa gigi Choki saja, ya? Diperiksa pakai lampu ya”

Choki pun mengangguk dan melangkah ke kursi Spongebob itu. Ia menurut ketika Bu dokter menyuruhnya untuk berkumur-kumur dulu, lalu membuka mulutnya. Lampu menyala terang menyorot ke area mulut Choki. 

“Gigi Choki diperiksa pakai kaca mulut ya, biar kelihatan jelas lubangnya…” Bu Dokter menunjukkan alat seperti sendok yang di ujungnya ada kaca kecil pada Choki, sebelum memasukkan alat tersebut ke dalam mulut Choki. Ada rasa dingin ketika kaca mulut itu menyentuh permukaan dalam pipi Choki yang bengkak. Tidak lama kemudian, setelah Bu Dokter selesai memeriksa, alat dikeluarkan dari mulut Choki, dan lampu dimatikan.

“Untunglah, gigiku tidak diapa-apakan” batin Choki lega. Ia bangkit dari kursi spongebob dan kembali lagi duduk di sebelah ibunya, menghadap Ibu Dokter tadi.

“Jadi begini Bu…” Ibu Dokter itu mulai menjelaskan pada Ibu Choki tentang sakit gigi yang dialami Choki. “Gigi Choki ini berlubang. Lubangnya masih kecil. Jadi gigi Choki ini nantinya tidak perlu dicabut, karena masih bisa ditambal. Bagaimana Choki, kamu mau gigimu ditambal ya ?” tanya Bu Dokter pada Choki.

“Siap, Bu Dokter” jawab Choki sambil tersenyum. “Yess !!! Syukurlah gigiku tak perlu dicabut,” batin Choki.

“Hari ini, Bu Dokter akan kasih resep obat buat Choki. Nanti obatnya diminum setiap hari sampai habis semuanya. Dan minum obatnya sesudah makan ya. Jadi jangan lupa, makan seperti biasanya, lalu setelah itu diminum obatnya ya” pesan Bu Dokter pada Choki.

“Oke, Bu Dokter” jawab Choki sambil mengacungkan jempol kanannya.

“Selama sakit gigi, jangan makan coklat dan permen dulu ya. Terus Choki harus tetap rajin menggosok gigi ya. Gosok gigi pakai pasta gigi. Gosok giginya minimal dua kali sehari. Waktu yang baik untuk menggosok gigi adalah pagi hari sesudah sarapan dan malam hari sebelum tidur. Bagaimana Choki ? Bisa ‘kan mengikuti anjuran Bu Dokter ?” tanya Bu Dokter pada Choki.

“Beres, Bu !” jawab Choki kali ini sambil mengangkat tangan kananya di depan kening, seperti posisi memberi hormat pada bendera. Kembali terdengar tawa 3 orang di ruangan poli gigi itu.

Bu Dokter menuliskan resep pada selembar kertas putih yang ada kop di atasnya. Beberapa larik ditulis dengan tulisan yang tidak jelas terbaca oleh Choki. “Bu Dokter nulis apa itu ? Kok tulisannya jelek banget ?” tanya Choki sambil mengerutkan kening menatap tulisan bu Dokter di depannya.

Tawa Bu Dokter dan Ibu Choki pecah mendengar celetukan Choki. “Ini resep obat buat Choki. Nanti diambil di apotik di dekat pintu keluar sana ya. Tidak usah takut, ibu yang di apotik bisa baca tulisan Bu Dokter koq.” jelas Bu Dokter pada Choki yang masih serius melihat tulisan sandi rumputnya. 

“O iya, Bu Dokter. Bu Dokter namanya siapa ? Boleh Choki tahu ?” tanya Choki penasaran.

“Di bagian atas kertas resep itu, ada nama Bu Dokter. Coba baca di situ” perintah Bu Dokter.

“Di sini dituliskan : de er ge Cantika… Oh… namanya Bu Dokter Cantika ya ?” tanya Choki lagi.    

“Yups. Betul sekali Choki. Seratus buat anak cakep” jawab Bu Dokter.

“Terima kasih bu Dokter Cantika. Bolehkah Choki memanggil dengan nama Peri Gigi Cantik ?” tanya Choki sambil mengedipkan sebelah matanya. 

“Boleh dong, Choki cakep,” Bu Dokter tertawa mendengar kata-kata Choki. 

Ibu Choki segera mengajak anaknya berdiri dan berpamitan sebelum keusilan Choki berlanjut lagi “Kami permisi dulu, Bu Dokter. Terima kasih ya resep obatnya”

“Iya Bu. Silakan. Semoga cepat sembuh ya Choki. Nanti kalau sudah sembuh giginya, main ke sini lagi untuk menambal giginya ya.” pesan Bu Dokter Cantika.

“Siap 86, Peri Gigi Cantik !” jawab Choki sambil mengacungkan 2 jempol pada Bu Dokter. Ia lega, pengalaman pertama periksa giginya berjalan dengan baik dan tidak semenakutkan yang ia bayangkan.

Sekeluarnya dari ruang periksa poli gigi tadi, Choki berjanji dalam hati untuk meminum obat itu sampai habis sesuai anjuran bu Dokter dan menyikat giginya dengan rajin setiap hari. Choki ingin giginya segera sembuh dan bisa kembali ke poli gigi untuk menambal giginya yang berlubang. Dan tentu saja, untuk bertemu dengan Peri Gigi Cantik yang baik hati.          


= = T A M A T = =

Puncu, 12 Agustus 2021

Ditulis oleh Dewi Leyly 

untuk event Dongeng Anak di SKB (Secangkir Kopi Bersama)

Nulis Bersama
Nulis Bersama Ruang berbagi cerita

Posting Komentar untuk "Choki Dan Peri Gigi Yang Baik Hati"

DomaiNesia