Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kisah Nelayan Mino dan Gurita Raksasa

Ilustrasi dongeng, kisah Nelayan Mino dan Gurita Raksasa (Gambar: Indra Rahadian)


Gelombang laut sedang tidak bersahabat. Ombak tinggi menari-nari, angin berhembus kencang. Gumpalan awan hitam kian dekat, pertanda badai akan datang. Nelayan Mino, tengah mendayung ke tepian. Ke arah pulau kecil untuk berlindung. 

Dua hari Mino terombang-ambing di lautan. Tangkapan ikan sudah cukup. Tiba saatnya pulang. Namun badai akan datang. Iapun harus singgah mengunggu reda. 

Mino menambatkan perahu di pohon nyiur. Mengikatnya kuat-kuat, agar tidak terseret arus saat badai tiba. Kemudian ia berlari, berlindung di tengah pulau. Di antara rimbun pepohonan terdapat sebuah gua. Iapun memutuskan untuk bermalam di sana. 

Halilintar menyambar-nyambar. Hujan deras dan angin kencang mendera pulau. Mino tertidur karena kelelahan. Di depan perapian. Di balik selimut, yang ia bawa dari rumah. 

Sebelum mentari bersinar di pagi yang indah. Mino sudah terbangun. Ia bergegas menuju pantai. Melangkah riang dan berharap dapat melanjutkan perjalanan pulang. 

Dalam benaknya, tak sabar memeluk ayah dan ibu. Menghabiskan waktu bermain bersama adik-adik kecil di tepi pantai. 

Namun betapa terkejutnya Mino saat menginjakkan kaki di pantai. Perahu kecilnya sudah hancur berkeping-keping. Tersapu ombak, berupa serpihan kayu berantakan. 

Mino terpaku menatap laut dan menghela nafas. Ia berkata, "syukurlah aku tak berada di dalam kapal."

Meski bersedih dan menyayangkan hasil tangkapan, Mino tetap bersyukur. Kemudian ia mencari cara lain untuk berlayar pulang ke rumah. Melihat ke sekeliling pulau dan berpikir dengan seksama. 

Mino lantas turun ke pantai, mencari sisa barang yang dapat digunakan untuk bertahan. Sebilah tombak penangkap ikan, jala, tali tambat dan pisau. Beberapa serpihan kayu, ia letakkan ke darat. Tak ada waktu mengeluh, masih ada jalan keluar. 

Dua batang pohon kelapa di ikat menjadi satu. Mino membuat rakit sebagai ganti perahu. Mendorongnya menuju pantai dan mulai mendayung ke luatan lepas. 

Menjelang sore angin bertiup ke barat. Arus memaksa Mino melambat. Hingga arus kembali tenang dan Mino dapat mendayung ke arah tujuan.

Di depan sana terlihat kapal nelayan penangkap ikan laut dalam. Mereka pandai menyelam. Kapal itu terombang-ambing di laut tenang. "Ada sesuatu yang aneh," ujarnya. 

Mino bergegas menuju kapal nelayan. Dan benar saja. Seekor Gurita raksasa tengah menempel dan hampir menenggelamkan kapal. Para awak kapal panik dan berusaha melawan. Namun Gurita terlalu besar untuk disingkirkan. 

"Aku akan membantu!" Teriak Mino. 

Gurita raksasa berhasil menghempaskan kapal nelayan dan membuat para awak kapal nelayan nyaris tenggelam. Beruntung kapal itu tidak sampai karam. Mino bersiap melempar tombak. Ia semakin dekat untuk menjangkau tubuh Gurita dalam bidikan. 

Tombak Mino melesat tak tertahankan, dan secepat kilat menusuk di antara tubuh Gurita. Ia menyongsong untuk memastikan Gurita sudah binasa. Mino terjun ke air. 

Saat Mino berenang mendekat, tiba-tiba tentakel raksasa menangkapnya dan membawa Mino tenggelam bersamanya. 

Gurita menyelam semakin dalam ke laut dalam. Mino telah hilang kesadaran. Iapun hanya dapat berdo'a. Meski sekuat tenaga ia kerahkan untuk dapat lepas dari Gurita. 

Pasir pantai terseret ombak ke tepian. Mino sudah ada di pinggir pantai tempatnya berlindung. Gurita meletakkan tubuh Mino dengan hati-hati.

Gurita raksasa lalu bersandar di batu karang. Satu dari delapan tentakelnya melepaskan tombak milik Mino. Tombak itu melukai tentakelnya yang lain. Hampir putus dan terluka. 

Mino terkesiap, terbangun dan memuntahkan air laut dari perutnya. Melihat Gurita raksasa iapun bangkit dan hendak berlari. Namun ia urungkan niatnya. Karena melihat Gurita di depannya tengah terluka. 

"Hai makhluk darat, maukah engkau membantuku?" seru Gurita. 

Mino terbelalak kaget mendengar Gurita dapat berbicara. Seumur hidupnya berlayar, belum pernah mendengar makhluk laut berbicara seperti manusia. 

Iapun menjawab, "Apa yang dapat kubantu?"

"Ambillah salah satu lenganku yang putus ini, dan peringatkan mahkluk darat lainnya agar tidak menangkap ikan di laut dalam." 

Kesepakatan dibuat Mino dan Gurita raksasa. Hingga Gurita kembali ke dasar laut. Mino masih tak percaya pada apa yang dialaminya. 

Dari tengah laut titik kecil kian terlihat. Itulah kapal nelayan yang Mino selamatkan. Mereka ternyata mencari keberadaan Mino dan berhasil menemukan Mino di sana. 

Mengira Mino berhasil menewaskan Gurita. Melihat tentakel raksasa yang putus, sudah berada di pantai tempat Mino berdiri terpaku. 

Para awak kapal mengucapkan terima kasih atas pertolongan Mino. Menyematkan tanda pahlawan. Mengaraknya keliling perkampungan. Sorak-sorai penduduk menyambut dengan senyuman. Mino adalah pahlawan. 

Saat tiba di depan kepala kampung, Mino pun berbicara. Ia teringat permintaan Gurita raksasa. Janji adalah janji dan manusia sejati tak boleh ingkar. 

"Kepala Kampung, bolehkah aku meminta sesuatu?" pintanya. 

"Apapun untukmu, pahlawan!" jawab Kepala Kampung. 

"Mulai hari ini, tidak boleh ada nelayan yang menangkap ikan di laut dalam. Aku takut, mahkluk raksasa lainnya akan muncul ke permukaan. Bukankah sudah cukup lautan memberi kita ikan di permukaan."

Dan sejak saat itu, para nelayan di kampung Mino, tidak lagi menyelam untuk mencari ikan. Mereka hanya mengambil ikan dan udang secukupnya. Menjaga ekosistem laut, agar semua mahluk Tuhan, dapat hidup berdampingan dalam damai. 

**

  • Keberanian lahir dari ketenangan.
  • Menjaga alam adalah kewajiban semua manusia. 
  • Berpegang pada janji adalah harga diri. 

Referensi dongeng anak sebelum tidur. 

Penulis: Indra Rahadian


Nulis Bersama
Nulis Bersama Ruang berbagi cerita

Posting Komentar untuk "Kisah Nelayan Mino dan Gurita Raksasa"

DomaiNesia