Menantang Jagoan
Sejak kedatangan Bintang, SD Negeri Ujung Bukit menjadi sedikit berbeda. Bintang duduk di kelas lima, ia pindahan dari kota. Ibunya seorang dokter yang pindah tugas ke Kecamatan Ujung Bukit, dan menjadi pimpinan Puskesmas. Sedang bapaknya menjadi pedagang berbagai macam peralatan olahraga.
Awalnya murid-murid kelas lima senang dengan kehadiran Bintang. Bintang sering bercerita soal pengalamannya selama di kota. Menceritakan tempat-tempat yang pernah dikunjungi Bintang. Tempat-tempat yang bagi anak-anak di sini, hanya pernah mendengarnya, atau melihatnya di televisi.
Anak-anak juga kagum dengan tas sekolah dan sepatu yang dikenakan Bintang. Sangat bagus untuk ukuran anak-anak Ujung Bukit.
Bintang juga sering membanggakan, kalau dia jago karate. Dia sudah mempunyai 'ban coklat'. Ban atau sabuk adalah tanda untuk tingkatan-tingkatan kalau kita latihan karate. Tingkat pemula menggunakan sabuk berwarna putih, kemudian kuning, dan seterusnya hingga yang tertinggi menggunakan sabuk hitam.
Konon, dulu ayah Bintang juga seorang atlet bela diri. Tapi ayahnya mendalami ilmu silat. Pernah mendapat medali emas di ajang PON (Pekan Olahraga Nasional) beberapa tahun silam.
Menjadi pusat perhatian lama-lama membuat sifat Bintang menjadi angkuh. Ia mulai mengganggu murid-murid lain, terutama murid perempuan. Entah menyembunyikan tas, atau kadang-kadang mencoret-coret buku mereka.
Anak-anak mulai tak senang. Tapi takut untuk mengingatkan, juga takut melaporkan ke guru. Apalagi seminggu yang lalu terdengar cerita, bahwa Gandung dihajar oleh Bintang.
Anak-anak makin jeri, mengingat Gandung selama ini jagoan di SD Ujung Bukit. Gandung adalah murid kelas VI. Dan badan Gandung lebih besar daripada Bintang.
Bintang menjadi jagoan baru. Ini membuat kelakuannya makin menjadi-jadi. Murid laki-laki kini lebih baik menghindar daripada membuat masalah dengan Bintang.
Tapi tidak dengan Bagus.
Bagus adalah ketua kelas V. Badannya memang kurus kecil, tapi otot-otot tubuhnya terlihat liat dan kuat. Karena memang selama ini ia sering membantu orang tuanya di ladang.
Sebenarnya Bagus bila ada keributan dengan kawannya lebih banyak mengalah. Tapi kali ini ia tak dapat membiarkan kelakuan Bintang.
Seperti kejadian pagi ini.
Nining, salah seorang murid kelas VI, menangis karena diganggu Bintang. Melihat itu Bagus menegur Bintang. Bintang tentu saja tidak senang.
"Jangan ikut campur! Mau menantang, apa?" Bintang menatap tak senang kepada Bagus.
"Bukan menantang, tapi selama ini kamu sering mengganggu murid-murid perempuan," jawab Bagus tenang.
"Alah, badan kamu kerempeng begitu, ditiup angin juga roboh." Bintang mengejek.
Bagus diam saja. Tapi tatapannya tetap tertuju kepada Bintang. Ini membuat Bintang tambah marah. Ia merasa kalau Bagus ingin menantangnya.
"Kamu mau menantang aku, hah?!" Berkata begitu Bintang mendorong bahu Bagus.
Tanpa diduga, tangan Bagus bergerak cepat. Menepis tangan Bintang. Bintang terkejut, tak menyangka ada anak yang berani melawannya.
Bintang menendang dengan jurus karate. Lagi-lagi kecele. Bagus hanya menggerakkan badannya ke samping. Tendangan Bintang menemui ruang kosong.
Bukan itu saja. Bagus dengan gerakan pelan mendorong tubuh Bintang. Tubuh Bintang terhuyung. Hampir saja kepalanya membentur meja.
Anak-anak bersorak.
Ketika Bintang akan menyerang lagi, terdengar bunyi bel sekolah, tanda masuk kelas.
"Awas, kamu, pulang sekolah nanti!" ancam Bintang.
***
Saat istirahat murid-murid kasak-kusuk membicarakan kejadian di kelas VI tadi. Mereka tidak menyangka, Bagus yang badannya kurus itu berani melawan Bintang. Ternyata diam-diam Bagus punya kepandaian ilmu silat. Mereka juga ingin Bagus memberi pelajaran kepada Bintang.
Itu sebabnya mereka bersepakat tak mengadakan hal itu kepada guru.
Dan siang ini, sepulang sekolah nampak Bintang menunggu di sebuah tanah kosong bekas ladang. Anak-anak lain, terutama anak laki-laki, bersorak menyemangati.
Bagus terlihat tenang. Mereka berhadap-hadapan.
Tiba-tiba Bintang berteriak dan langsung menyerang Bagus. Bagus hanya menggeser langkahnya. Pukulan Bintang meleset.
Bintang penasaran. Kini ia menendang. Kembali ia tak dapat menyentuh tubuh Bagus. Gerakan tubuh Bagus, walau seperti kelihatan perlahan tapi bertenaga. Ia hanya berputar-putar saja menghindar.
Ini membuat Bintang marah. Ia makin bernafsu untuk memukul Bagus. Hal ini membuat gerakan Bintang semakin ngawur.
Dalam sebuah kesempatan, Bagus menangkap tangan Bintang dan memelintirnya ke belakang.
Gerakan Bintang terkunci, ia tak bisa bergerak lagi. Tangan Bagus mengepal, siap meluncurkan pukulan ke arah wajah Bintang.
"Minta ampun, nggak? Masih mau mengganggu anak-anak perempuan lagi?" ancam Bagus.
Di saat-saat menegangkan itu terdengar suara orang dewasa. "Heh, apa-apaan ini? Kamu, heh, Bintang kenapa kamu berkelahi?" tanya orang itu. Ia bersama lelaki dewasa lain.
"Ayah ...?" Bintang terkejut. Begitu juga dengan Bagus. Ia melepaskan tangan Bintang.
"Kenapa kalian berkelahi?" tanya orang itu, yang ternyata ayah Bintang.
"Anu, ng ...." Bintang gugup.
Ada salah seorang murid menceritakan yang sebenarnya. Mendengar itu ayah Bintang memarahi Bintang.
Bintang hanya menunduk, takut.
"Dan kamu, siapa namamu? Gerakan silatmu bagus. Siapa yang mengajari?" Ayah Bintang memandang Bagus.
"Dia anakku," sahut lelaki yang tadi bersama ayah Bintang.
"Lha, dia ini anak Mas Alit?" tanya ayah Bintang kepada lelaki di sampingnya.
Lelaki itu mengangguk. "Aku juga yang mengajari Bagus bermain silat," jelas lelaki itu yang ternyata ayah Bagus.
"Mm, pantesan. Bintang, ayo minta maaf kepada Bagus, juga kepada kawan-kawanmu. Tahu nggak, bapak Bagus inilah yang mengajari Ayah silat, hingga dapat medali emas waktu di PON dulu," jelas ayah Bintang.
Bintang, Bagus, juga murid-murid yang lain terkejut mendengarnya. Pantesan Bagus pintar ilmu silatnya.
Akhirnya mereka berdua bersalaman. Dan Bintang juga minta maaf kepada kawan-kawannya dengan kelakuannya selama ini.
***
Lebakwana, Agustus 2021.
Posting Komentar untuk "Menantang Jagoan "