Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Aksara Bening: Playboy Cap Kapak

Ilustrasi pemain sepakbola (Foto: Fotorech Via Pixabay)


Dentang bel berbunyi dua kali. Iring-iringan putih abu-abu menyasar kantin, taman, dan perpustakaan sekolah. Di pojok kantin, Oded baru saja selesai menghabiskan semangkuk bakso. Dan saat ini, ia memesan mangkuk kedua. Bu kantin hanya menggeleng kepala. 

Keluar kelas lebih awal. Berpura-pura pamit ke toilet, atau ruang UKS, sudah menjadi keahliannya sejak lama. Oded pandai membaca situasi. Belum ada guru yang dapat mencegahnya keluar kelas sebelum jam pelajaran habis. Dan omelan, jelas tak mempan. 

"Bakso kecilnya tambah dua ya, Bu! Pakai mangkuk ini lagi saja," pinta Oded pada Bu kantin. 

Sambil menunggu, bak elang mencari mangsa, matanya melirik ke sekeliling. Tampak di depannya dua siswi yang mengambil duduk di meja sebelah.

Dan sepertinya, mereka merasa risih pada tatapan Oded. Mata sayu, dengan sorot yang genit. Menyadari hal itu Oded buru-buru mengalihkan perhatian. 

"Bukan tipeku!" kilahnya. 

Tangannya mengambil minyak angin dari saku celana. Menggosok ke leher belakang, sambil merenggangkan badan. Belum ada pelajaran olahraga hari ini, dan ia merasa bosan. 

"Kapten Oded!" Sambil lalu, beberapa siswa menyapanya penuh semangat. 

Oded memang dikenal sebagai kapten tim sepakbola. Bakatnya memang terasah sejak bangku sekolah dasar. Torehan gol dan kemenangan tim adalah jaminan saat ia bermain. 

Dan satu-satunya kekalahan, adalah saat ia diusir dari lapangan. Minyak angin yang dioleskan di lengan, tak sengaja mengenai mata lawan. Kartu merah pertama dan terakhir, tekadnya. 

Bakat hebat itupun kerap dipakai untuk mendekati perempuan. Meski begitu, dari semua siswi di sekolah ini yang didekatinya, tidak ada satupun yang sudi membalas rayuannya. "Maaf, aku masih anak kecil," Itulah jawaban yang selalu diterima. 

"Ara, uangku tertinggal di kelas. Kamu tunggu sebentar." Ulfa berlari kecil, kembali ke kelas dan meninggalkan Ara tepat di depan kantin. 

Layaknya magnet, sosok Ara menjadi perhatian siswa-siswa. Termasuk Oded. Ia tanpa aba-aba meluncur mulus mendekati Ara. 

"Namaku Oded, kapten ekskul sepakbola!" tanpa ragu ia mengulurkan tangan. 

"Ara." 

"Hayu ikut, saya traktir bakso sebagai tanda perkenalan." 

Ara hanya terpaku. Kikuk melihat tingkah percaya diri lelaki didepannya. Dalam hatinya, berharap Ulfa segera datang dan ia dapat terbebas dari basa-basi Oded.

" Ngga, Makasih," senyumnya tertahan. 

Melihat respon Ara yang menahan senyum, Oded menerka gadis itu suka padanya. Dan tanpa ragu, memaksa Ara ikut bersamanya. 

Namun sebelum tangannya menyentuh tangan Ara. Ulfa tiba-tiba muncul dan mencubit perut Oded. "Aduh!" 

"Oded, jauh-jauh dari temanku!" desis Ulfa. 

Ulfa menarik lengan Ara, membebaskannya dari bahaya. Sebelum rayuan maut meluncur dari bibir siswa berbakat itu. Ulfa hafal betul gelagat Oded. Di matanya ia mata keranjang. 

"Bilang saja kau cemburu, Ulfa!" Oded mengelus perutnya yang kesakitan. 

Dalam benaknya, Ulfa tak jauh berubah. Bulan lalu, di depan rumahnya ia pernah ditampar. Persoalannya sepele, tetapi sungguh malu bila diingat-ingat.

Padahal, ia sudah rela mengantar pulang Ulfa dari kegiatan belajar bersama. Hanya karena motornya oleng dan rem mendadak, Ulfa mengira Oded tengah mengambil kesempatan. 

Dan "Plak," satu tamparan keras masih terbayang-bayang. 

Hingga, ia teringat pesanan bakso yang harus dinikmati. Oded buru-buru menghapus bayangan Ulfa. Di tampar dan dicubit, entah besok apalagi. "Beruntung kita beda kelas!

Dengan langkah lunglai Oded kembali ke kantin. Menatap semangkuk bakso yang telah tersedia di meja. Nafsu makannya hilang, tetapi tetap saja harus dimakan. 

"Bu, kok baksonya sudah dikasih saus?" protesnya. 

"Itu mungkin dari bekas mangkukmu!" jawab Bu kantin. 

"Bakso kecilnya belum ditambah ya?" kembali Oded protes. 

Bu kantin pura-pura tak mendengar, ia risih dengan siswa paling rusuh di sekolah ini. Bising setiap kali jajan di kedainya. Matanya hanya melirik tajam. 

"Apa ini!" Oded menyemburkan kuah bakso sebelum masuk ke kerongkongan. Ia berdiri dan tergesa-gesa mengambil minuman. 

"Bu! kenapa bakso ini kuahnya sirup!" protes Oded semakin menjadi. 

"Tingkah temanmu lah itu," jawab Bu kantin, singkat jelas dan padat. Menahan tawa, ia buru-buru memalingkan muka. 

"Ibeng! Awas kau ya!!" 

***
Indra Rahadian

Nulis Bersama
Nulis Bersama Ruang berbagi cerita

Posting Komentar untuk "Aksara Bening: Playboy Cap Kapak"

DomaiNesia