Kolase Darah di Bumi Singasari
pixabay.com |
Geni sengaja meminggirkan mobil jauh di belakang Pajero Hitam. Dinyalakannya lampu hazard. Geni keluar dan membuka kap mobil seolah-olah mobilnya sedang dalam masalah. Dia harus sangat waspada karena belum tahu persis berurusan dengan siapa.
Sambil berlagak memeriksa mesin mobil, Geni memasang binokuler mini seukuran ibu jari di atas radiator. Binokuler itu tersambung secara wireless ke monitor di dashboard mobil. Dia bisa mengawasi arah depan dengan leluasa tanpa dicurigai. Setelah membuka sedikit katup alat smoke maker sehingga mesin terlihat berasap, Geni kembali masuk dalam mobil.
Sembari mengamati layar monitor, Geni menyentuh dingginnya Baretta di balik jaket sedangkan tangan kanan masuk ke dalam kantong sambil mengelus gagang Kunai.
Dia harus sangat berhati-hati. Pengalamannya dulu saat masuk dalam petualangan Para Perempuan masih sangat membekas dalam hatinya. Dunia yang sungguh mengerikan! Geni bergidik. Teringat betapa ganasnya para perempuan pendendam laki-laki itu dulu melakukan aksinya. Berpesta, membunuh dan melakukan ritual minum darah para lelaki.
Guratan panjang di dadanya masih membekas hingga sekarang. Guratan yang ditorehkan ujung pisau Nyai saat akan membelah dadanya dalam pesta Para Perempuan yang hendak meminum darahnya dalam sebuah upacara maut yang disebut Anut Lelembut.
Untunglah Sherlick dulu menyelamatkannya. Kalau tidak, mungkin sekarang dia masih ada dalam data kepolisian sebagai berkas kasus pembunuhan yang tak terungkap. Karena itulah dia berutang budi kepada perempuan cantik yang sangat misterius itu. Perempuan aneh yang suka mengunyah berhelai-helai Melati di pagi hari dan minum ramuan bunga Mata Boneka di malam hari. Geni tersenyum samar. Meskipun aneh dan misterius, perempuan itu sangat hangat jika berada di ranjang.
Geni tidak tahu siapa itu Corri Bannimase. Dan meskipun dia mengenal baik Sherlick, serta tugas yang diembannya nampak tidak sulit namun firasatnya mengatakan ada peristiwa besar di balik semua ini. Karena itulah dia tidak mau sembrono langsung menghampiri Pajero Hitam dan menyampaikan pesan Sherlick.
Dahi Geni mengrenyit. Sudah 3 menit dia duduk di dalam mobil namun tidak ada pergerakan sama sekali di Pajero Hitam. Geni penasaran. Tangannya menyentuh layar menyalakan dark mode di binokuler sehingga fungsi infra merah aktif.
Firasatnya benar! Nampak di layar siluet 4 orang dalam Pajero Hitam. Mata Geni yang terlatih bisa melihat orang di samping sopir memegang erat Uzzi dan di belakangnya terlihat seseorang mengacungkan pistol ke kepala orang di sampingnya.
Geni menyipitkan matanya. Orang yang ditodong itu perempuan! Hmm, apakah itu Corrie Banimasse? Berarti dia sudah ditangkap dan disandera oleh orang-orang itu. Tapi apa yang mereka tunggu? Apakah Sherlick sengaja menjebaknya?
Geni memutar otak. Bukan! Orang-orang itu bukan sedang menunggu untuk menjebaknya. Mereka tidak tahu bahwa dia terlibat. Mereka sedang menunggu orang lain! Dan orang lain itu pasti lawan mereka. Itu terlihat dari gestur mengancam dan waspada di dalam mobil itu.
Geni meraih Baretta dan membuka pin pengamannya. Sementara di tangan kirinya telah terselip 2 bilah Kunai yang siap dilempar ke jantung seseorang. Ini semakin menarik! Tugas dari Sherlick tidak seringan yang diduga. Geni keluar dari mobil seolah sedang berusaha lagi memperbaiki mesin yang masih berasap. Di telinganya terselip earphone yang tersambung dengan Binokuler canggih itu.
Benar saja. Tak lama kemudian terdengar raungan mesin dan rem berdecit-decit dari arah belakang. 2 Jeep beriringan dengan kecepatan tinggi menghampiri dan berhenti dengan bising di belakang Pajero Hitam. Delapan orang turun sambil menggenggam senjata. Dua orang bahkan terlihat mengokang M16.
Pintu Pajero Hitam terbuka. Seorang laki-laki kekar keluar sambil memiting leher seseorang dan menempelkan ujung pistol di dahi perempuan setengah baya yang masih nampak cantik. Diikuti oleh orang yang membawa Uzzi dan sopir yang di tangannya telah menggenggam senapan serbu Kalashnikov.
Geni memusatkan perhatian pada telinganya dan mendengarkan dengan seksama pembicaraan yang terjadi kurang lebih 300 meter di depannya.
“Daeng! Hentikan segala pertikaian ini! Aku akan menyerahkan perempuan yang kau cintai ini dan kau menyerahkan kepadaku chip yang kau curi dariku di Tokyo 2 bulan lalu!”
“Hmm, chip itu tidak ada padaku Yakuza keparat! Aku tidak pernah mencurinya! Segara anak durhaka itulah yang telah mengadu domba kita!”
“Aku tidak bisa begitu saja percaya pada ucapanmu. Watanabi-san telah berpesan kepadaku agar berhati-hati menghadapi ular sepertimu!”
“Terserah kau sajalah Baron. Yang penting kau serahkan wanita yang kau sandera itu saat ini juga!”
Terdengar desing lirih beruntun. Dua orang dari rombongan Jeep terjungkal bersimbah darah dengan lubang besar di dada mereka. Diikuti suara terkekeh orang yang bernama Baron.
“Apakah kau pikir kau menang jumlah kawan? Aku sudah merencanakan ini dengan matang. Dua orang sniper sekarang sedang membidik jantung masing-masing dari kalian kalau kau tidak segera menyerahkan chip itu.”
Orang yang disebut Daeng itu tercekat. Brengsek! Kenapa dia memandang rendah kawanan Yakuza ini? Lelaki tinggi besar itu mundur ke belakang sambil mengangkat tangannya lalu mengayunkan ke samping. Isyarat kepada anak buahnya untuk mengambil tindakan.
“Oke oke. Aku akan ambil chip itu di mobil dan kita akan melakukan pertukaran.”
Geni bersiaga. Dia tahu tak lama lagi akan terjadi pertarungan seru di tempat ini. Dia tidak peduli dengan gerombolan si Baron dan Daeng itu. Misinya adalah menyelamatkan perempuan berbaju merah dan menyelesaikan tugas dari Sherlick. Geni menutup kap mobil dan masuk dalam mobil. Pikirannya mengambil keputusan cepat bersamaan dengan Avanza yang melaju dengan kencang.
Beberapa meter dari lokasi pertikaian, Geni melihat 2 orang lagi anak buah Daeng terlempar dan berkelojotan di tanah dihantam oleh peluru kaliber besar senapan sniper. Sedangkan sopir Pajero Hitam nampak tersandar di mobil sambil mendekap dadanya yang berlumuran darah. Peluru berdesing-desing di udara sementara Baron menyeret Corrie ke depan Pajero sambil menundukkan tubuh.
Baku tembak terjadi secara brutal di tempat sepi itu. 3 orang anak buah Daeng terkapar tak bernyawa dengan kepala hancur dihantam peluru sniper sedangkan 1 anak buah Baron yang membawa Uzzi berlubang di seluruh tubuhnya terkena tembakan M16. Daeng nampak berlindung di balik pintu mobil Jeep sambil mencari kesempatan untuk menghabisi Baron.
Geni melakukan drift dahsyat dan menghentikan mobilnya tepat di depan Pajero Hitam. Sambil melompat keluar mobil, tangan kirinya terayun. Sedangkan Baretta di tangan kanannya menyalak lembut 2 kali ke atas dua pohon besar yang terdapat tidak jauh dari tempat itu.
Baron menatap tak percaya apa yang terjadi. 2 orang penembak jitunya terjungkal tak bernyawa dari atas pohon dan dia sendiri merasakan lelehan hangat mengalir deras di lehernya yang tertancap sebilah Kunai. Pegangannya pada Corrie terlepas seiring dengan lepasnya nyawa karena Kunai itu tepat mengenai pembuluh darah besar.
Geni bergulingan menghindari tembakan beruntun dari M16 dan mendarat tepat di hadapan perempuan berbaju merah itu yang menatapnya dengan dingin. Geni tidak berpikir panjang. Di seretnya lengan Corrie masuk ke dalam Avanza dan dia sendiri buru-buru menginjakkan kakinya dalam-dalam di pedal gas setelah memasukkan persneling mundur.
Avanza itu mundur zig zag dengan kecepatan tinggi. Kaca depan dan samping hancur berantakan diberondong M16 dari anak buah Daeng yang tersisa. Geni kembali melakukan putaran dahsyat dan melaju dengan kecepatan maksimal setelah dilihatnya Jeep itu mulai meraung-raung mengejar.
Geni tahu mobilnya tidak akan bisa menandingi Jeep Amerika keluaran terbaru itu. Tapi setidaknya dia sudah menyelesaikan misi Sherlick. Geni menatap Corrie yang balas menatapnya. Tetap dengan dingin dan tak acuh.
“Kamu Corrie Banimasse bukan? Kamu akan baik-baik saja…..”
Bersambung
Catatan:
Cerita ini sepenuhnya fiktif. Oleh karena itu andaikata ada kesamaan nama, tokoh dan tempat kejadian hanya kebetulan semata.
Bab selanjutnya akan ditulis oleh Syahrul Chelsky
Posting Komentar untuk "Kolase Darah di Bumi Singasari"