Bersamamu Aku Abadi
Pertanyaan sama yang sering terlontar dari bibirku. Disaat aku duduk kembali di bangku taman di atas trotoar, tempat aku dulu pernah merebahkan kepala di bahumu, sambil menikmati sejuknya udara yang mencumbu wajah ini.
Setelah kita meninggalkan taman itu, saat ini, di tanggal dan bulan yang sama, aku duduk kembali di bangku taman itu seorang diri.
Bangku taman itu masih terasa hangat, seperti dulu ketika kita duduk berdua disitu.
Entah mengapa hari ini terasa begitu sepi, berbeda sekali dengan suasana ketika kita duduk berdua.
Aku masih ingat, dulu ada angin yang mempermainkan hijab merah marun, dan daun yang jatuh dekat kakiku, aku jengah dengan angin yang nakal memainkan hijabku sampai menutupi mata ini, engkau hanya tersenyum dan perlahan engkau menyentuh ujung hijab merah marunku yang menutupi kedua mata ini, begitu ujung hijab engkau turunkan mata kita beradu pandang dan engkau tersenyum melihat aku salah tingkah.
Apa engkau tau, hari ini di tanggal dan bulan yang sama, angin itu kembali mempermainkan hijab hitamku, aku tidak jengah lagi, aku biarkan angin itu mempermainkan hijabku, aku hanya bisa menangis mengingat ketika kita pernah duduk berdua, sambil bercerita tentang daun-daun yang berjatuhan di atas pangkuan
Sekarang, jalanan ini terasa sepi, seperti mengetahui hati yang sedang sendu. Sayup-sayup aku mendengar suaramu, kata-katamu yang selalu menguatkan disaat aku merasa sendiri.
Aku duduk kembali di bangku taman ini, aku melihat jalanan yang lurus tanpa gelombang, aku menangis sejadi jadinya, ternyata dengan penuh kesabaran meski perlahan jalanan berliku telah kita lalui.
Dedaunan masih berjatuhan didekat kakiku, ketika aku menjawab pertanyaan yang engkau lontarkan padaku.
Aku masih seperti dahulu ketika engkau pertamakali melihatku.
Catatan:
Baca juga Aku Abadi Bersamamu yang di buat oleh warkasa1919. Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan nama, tempat dan lain sebagainya itu adalah kebetulan semata.
Posting Komentar untuk "Bersamamu Aku Abadi"