Hidupnya Suasana Batin Moderasi Beragama
Ilustrasi Foto bersama setelah ibadah Natal bersama Keluarga Besar Balai Arkeologi Sulawesi Utara. Sumber: dokumen pribadi |
Secara emosional dan batiniah persaudaraan itu lahir dan saya rasakan benar. Hidup dan tumbuh dalam kehidupan saya sehari-hari. Hampir setiap tahunnya momentum Natal saya tidak pernah lewat kan. Momentum pertemuan dalam rangkaian kegiatan Natal bersama setiap tahunnya yang digelar oleh kantor kami.
Paling tidak seremoni itu menjadi momentum bagi saya untuk lebih mengenal dengan lebih dekat Basudara kristiani. Saya hadir dalam rangkaian ibadah natal atau pra natal setiap tahunnya di kantor kami.
Bagi saya ini adalah bentuk moderasi beragama. Dimana beragama itu adalah soal bagaimana memahami dan menjalankan agama dan kepercayaan kita, tanpa harus menolak agama lain. Sebagai seorang yang lahir sebagai seorang muslim, saya memahami kita beragama itu tidak untuk membatasi rasa kemanusiaan kita.
Rasa kemanusiaan kita yang saya maksud adalah cinta dan kasih kepada sesama, meski berbeda agama. Justru beragama, menuntun kita kepada rasa cinta dan kasih sesama dengan lebih menerima segala yang menyangkut keberadaannya. Dengan keihklasan dan penerimaan batin kita, dengan tulus dan apa adanya.
Apalagi sebagai seorang arkeolog, saya paham benar, bahwa proses Keindonesiaan menjadi itu, berakar dari multikulturalisme. Akar-akar kebudayaan Indonesia lahir dari kumultibudayaan.
Natal 2021 dan Natal tahun-tahun sebelumnya, sering saya lalui dengan saling berkunjung di sahabat-sahabat saya Basudara umat Kristiani. Kedekatan secara emosional dan batiniah ini justru melekatkan kami sebagai hubungan Basudara, persaudaraan.
Pengalaman puluhan tahun hidup bersama dan berdampingan, memperkuat suasana batin saya, bahwa kehidupan Basudara Islam Kristen yang saya jalani itu begitu indah. Rasa kemanusiaan kita, yaitu cinta dan kasih justru terasa demikian hidup. Saya mengalami itu sepanjang 15 tahun ini.
Saya tidak bicara tentang konsep moderasi beragama. Setiap agama itu moderat, moderasi beragama itu proses menjalaninya. Saya tidak bicara tentang konsep itu. Tapi saya mengalami suasana batin itu. Menjadi praktik kehidupan yang saya jalani sehari-hari. Suasana yang demikian melekat dan seperti sudah menjadi bagian diri saya.
Pengalaman batin ini, bukan saja soal saling mengunjungi di kala perayaan Natal ataupun saat ibadah natal bersama di kantor. Tapi lebih jauh lagi soal kehidupan berdampingan sehari-hari dengan hampir tanpa batasan emosional. Artinya, suasana batin saya dan saudara-saudara Kristiani tidak tersekat sama sekali oleh perbedaan agama.
Jadi bagi saya, moderasi beragama bukanlah entitas yang didesain sebagai sebuah narasi politik atau narasi kebudayaan, tetapi ini semacam ruh yang hidup dengan sendirinya dalam alam batiniah saya.
Sebagai seorang muslim, saya menjalankan kehidupan keagamaan Islam saya. Namun persaudaraan batin saya dengan umat Kristiani adalah ruh yang hidup tanpa harus didesain atau diprogramkan. Tumbuh dan hidup dengan sendirinya, karena secara alamiah saya hidup di dalam suasana itu.
Mungkin tidak banyak yang bisa saya ulas soal narasi tentang moderasi beragama. Hal ini sekali lagi bukan karena sebuah narasi yang di desain. Saya mengalami sendiri suasana batin persaudaraan Islam Kristen itu.
Bagi saya mengembalikan narasi moderasi beragama, ke dalam hakiki kemanusiaan kita, menjadi lebih kuat dan lebih hidup. Kita mengembalikan kesejatian manusia yang tak bisa hidup tanpa manusia lainnya.
Perbedaan adalah keniscayaan, namun hakiki kemanusiaan kita hidup dalam cinta dan kasih. Hanya dengan cara ini justru berkat Tuhan, berkah Allah semakin melimpah. Karena Tuhan, Allah itu baik, maka manusia harus punya niat baik untuk mendapat berkat Tuhan, berkah Allah.
Sisi kemanusiaan kita yang paling dalam, hidup dari ruh cinta dan kasih. Sejatinya itulah hakiki kemanusiaan. Kesejatian ini, suasana batiniah manusia itulah, sesungguhnya wujud moderasi beragama yang tumbuh dan hidup dengan sendirinya. Tanpa menunggu sebuah desain narasi yang tekstual.
Hidupnya narasi moderasi beragama, lahir dan tumbuh di dalam suasana batiniah kita, hakiki dan kesejatian rasa kemanusiaan kita, yaitu cinta dan kasih.
Demikian. Salam hangat
***
Salam hormat
Mas Han. Manado, 19 Desember 2021
Posting Komentar untuk "Hidupnya Suasana Batin Moderasi Beragama"