Semprul dan Diskusi Hangat Tentang“Saya Muslim dan Sebagai Seorang Muslim, Bolehkah Saya Memberi Ucapan “Selamat Merayakan Natal?” (1)
Bagian Satu
*
Ini adalah tahun yang ketiga, setelah pandemi Covid-19 melanda dunia anak-anak manusia pada tahun 2019 yang lalu.
Sesuai anjuran para pemerintah di negara-negara anak manusia yang meminta warga negaranya untuk saling menjaga jarak antara satu dengan yang lainnya, demi kebaikan bersama, maka Semprul pun memutuskan untuk mematuhi aturan yang diterbitkan oleh pemerintah negara manusia, yaitu dengan cara mengurangi aktivitas nya di dunia maya, tempat dia biasa bermain dengan teman-temannya yang berasal dari dunia manusia.
Semprul sebenarnya bukan termasuk dari golongan manusia, tapi karena memiliki banyak teman yang berasal dari dunia anak-anak manusia, berbekal rasa toleransi yang tinggi, maka Ia pun ikut mentaati anjuran pemerintah di negara teman-temannya, dengan cara tidak lagi mengunjungi mereka.
Semprul sendiri sebenarnya tidak terlalu pusing apalagi merasa kuatir dengan wabah pandemi Covid-19 ini. Resiko dirinya bisa tertular wabah pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia anak-anak manusia ini sangatlah kecil, kan dia dari golongan Jin, hanya saja karena teman-temannya di dunia ini merasa kuatir terkena serangan virus yang mematikan ini, maka mau tidak mau akhirnya Ia pun ikut-ikutan mendekam di dalam rumahnya yang berada di alam Jin.
"Kowe udah vaksin belum Mprul?" tanya temannya yang berasal dari golongan manusia pada suatu ketika.
"Belum, kan vaksin yang ada sekarang ini cuma untuk golongan manusia, sementara aku kan golongan Jin."
"Lain kali aja Kowe kemari ya Mprul, kalau Kowe udah vaksin." Kata temannya itu sambil memutuskan sambungan telepatinya ketika tau Semprul hendak main ke rumahnya, mungkin dia takut virus Corona itu menjangkiti dirinya, kan virus Corona ini bisa bermutasi, jangan-jangan sekarang ini bisa menular melalui kontak telepati.
"Halo..halo.."
Semprul yang tak mengetahui apa-apa tentang rumor yang berkembang, bahwa virus Corona itu sekarang ini sudah bermutasi itu mencoba menghubungi temannya kembali, tapi sayang, temannya itu sudah menutup telepatinya.
"Tit...tit..tit.."
Semprul mencoba untuk menghubungi kembali, selanjutnya terdengar suara operator telepati yang berbunyi, "Orang yang Anda hubungi sudah tidur. Mohon tutup telepati."
**
Desember mulai menurunkan hujan seperti di tahun-tahun sebelumnya. Hujan masih turun dengan lebatnya ketika Semprul memutuskan untuk singgah di salah satu Warung Kopi.
Sambil mengibas-ibaskan rambutnya yang sedikit basah akibat terkena air hujan, Semprul berjalan pelan, mendatangi salah satu Meja yang terletak di sudut ruangan.
Hampir tiga tahun lamanya Semprul nyaris tidak pernah menginjakkan kakinya di dunia anak manusia. Sore ini Semprul memutuskan untuk berjalan-jalan meninggalkan alam Jin karena merasa jenuh di rumah aja.
"Hai, Mprul! Apakabar?"
Tetiba satu suara terdengar di telinganya, Semprul mengarahkan pandangan matanya ke salah satu meja yang terletak di pojok kanan ruangan.
Warung Kopi ini memang tidak terlalu ramai, tetapi juga tidak pernah sepi.
Semprul yang mengenali suara orang yang baru saja memanggilnya segera bergegas mendatanginya.
Di samping meja, Semprul mengulurkan telapak tangannya, mengajak orang yang tadi memanggilnya itu untuk bersalaman, sebagai wujud dari etika yang dulu pernah di ajarkan, bahwa jika bertemu dengan teman harus saling bersalaman, sebagai bentuk dari ungkapan rasa persahabatan.
Tapi temannya itu ternyata menolak uluran telapak tangannya, sebaliknya temannya itu mengepalkan tangannya dan meminta Semprul untuk melakukan hal yang serupa. Walau masih bingung, Semprul tetap mengikuti permintaannya. Maklum mereka sudah lama sekali tidak berjumpa.
Teman Semprul yang mengajari bersalaman dengan gaya baru itu bernama Badu. Badu ini walau peranakan Jin dan Manusia tapi sudah lama menetap di dunia anak manusia.
Sambil saling mengepalkan tangan seperti orang hendak bertinju, Badu berkata, "Ini gaya salaman yang baru di dunia anak manusia setelah Covid-19 melanda,"
Badu lalu mempersilahkan Semprul duduk di Meja yang sama dengan dia dan teman-temannya. Tak lupa Badu juga memperkenalkan teman-teman kepada Semprul yang sudah lama tidak mengunjungi dunia anak-anak manusia.
Pelayan Warung Kopi datang menghampiri, menanyakan pesanan, setelah mencatat pesanan sesuai permintaan, Ia pun pergi meninggalkan Semprul dan teman-teman barunya.
"Masih seperti tahun-tahun sebelumnya, di tahun 2021 ini pun masih ada satu atau dua teman Saya yang berbeda pendapat terkait boleh atau tidaknya seorang muslim mengucapkan ucapan “Selamat Merayakan Natal?” kepada teman atau tetangganya yang sedang merayakan Natal."
Sholeh, Lelaki yang duduk di sebelah Badu itu berkata, sepertinya mereka kembali meneruskan perbincangan yang tadi sempat tertunda, karena Badu menyapa Semprul yang baru saja dilihat memasuki warung kopi yang saat ini menjadi tempat yang paling sering di jadikan tempat ngumpul anak-anak muda.
"Perdebatan soal boleh atau tidaknya seorang muslim mengucap selamat Natal kepada umat Kristiani ini sebenarnya memang muncul bukan hanya di kalangan orang-orang awam seperti kita-kita aja, yang saban harinya cuma duduk di warung kopi ini."
Kata Bayu menimpali ucapan temannya itu sambil sesekali mempermainkan asap rokok di mulutnya.
"Coba lihat berbagai berita yang tayang di beberapa media, memang hampir setiap tahun, tepatnya menjelang dan saat 25 Desember tiba, selalu memunculkan polemik tentang boleh atau tidaknya seorang muslim mengucapkan “Selamat Natal." Bayu kembali meneruskan ucapannya.
Semprul yang baru saja datang dan tidak mengetahui pokok persoalannya hanya diam, sambil memantau keadaan. Kemana sebenarnya arah pembicaraan.
"Iya, dari membaca berita yang tayang di beberapa media, setidaknya aku jadi mengetahuinya, di kalangan ulama sendiri pun saat ini masih berbeda pendapat soal “Haram dan Halalnya” terkait ucapan selamat Natal ini." Badu yang sedari tadi terlihat hanya diam berkata, seperti ingin menambahkan keterangan berdasarkan informasi yang Ia dapat dari membaca berita di media.
"Beberapa pihak yang tidak setuju jika seorang Muslim memberikan ucapan selamat Natal kepada umat Kristiani berkeyakinan bahwa pada dalil-dalil tertentu memang tak membenarkan ucapan tersebut disampaikan oleh seorang Muslim. Sementara beberapa pihak yang lainnya berpendapat pula, bahwa menyampaikan ucapan selamat Natal dengan tujuan toleransi antar agama itu di perbolehkan dan itu juga dengan beberapa dalil yang mereka kemukakan.
Dari yang kubaca di suara.com, Quraish Shihab, seorang pemuka agama di tanah air, beberapa waktu yang lalu mengatakan, bahwa memberi ucapan “Selamat Natal” di perbolehkan, sepanjang ucapan yang keluar dari bibir itu tidak mengubah akidah umat muslim yang mengucapkannya. Dan tentu saja umat muslim yang mengucapkannya itu masih mempercayai bahwa Isa AS sebagai Rasulullah, bukan anak Allah." Yogi yang memiliki suara sedikit "ngebas" itu menyambung ucapan Badu.
"Sebagian ulama yang memilih sikap untuk membolehkan ucapan selamat Natal bagi umat Nasrani menggunakan dasar hukum Al-Qur'an, yaitu surat al-Mumtahanah ayat 8: "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil".
Makna dari ayat tersebut menegaskan bahwa perbuatan baik kepada siapa saja tidak dilarang, selama mereka tidak memerangi dan mengusirnya dari negerinya.
Sementara mereka yang mengharamkan ucapan selamat Natal mengambil dasar hukum yang tak kalah kuatnya, yakni Al-Qur'an surat al-Furqan ayat 72 yang berbunyi "Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya".
Ayat tersebut memiliki makna yang dalam bahwa seseorang dijanjikan martabat yang tinggi di surga sepanjang tak memberikan kesaksian palsu di dunia." Suara Sholeh terdengar menimpali ucapan Badu barusan, sambil melihat ke arah Semprul yang sedang meneguk kopi susu di sebelahnya.
"Dari yang aku baca di jpnn.com, Seorang anggota Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Tata Septayuda Purnama mengatakan, pada dasarnya dalil dari Al-Qur'an maupun Sunnah secara spesifik tidak mengatur hukum tentang ucapan selamat Natal, sehingga menurutnya, untuk mengulas hukum ucapan selamat natal ada baiknya dengan menggunakan perspektif fiqih yang dikaitkan juga dengan akidah dan akhlak."
Suara Badu kembali terdengar di antara suara-suara sumbang di dalam warung kopi ini diantaranya para penikmat kopi lainnya yang sebagian besar berisi anak-anak muda.
Semprul cuma diam dan srupat sruput sendirian, karena Badu, temannya yang tadi memanggilnya untuk mengajak nya duduk minum kopi semeja bersama itu ternyata lebih senang membicarakan tentang “Saya Muslim dan Sebagai Seorang Muslim, Bolehkah Saya Memberi Ucapan“Selamat Merayakan Natal?”ketimbang menanyakan kabarnya, setelah sekian tahun tidak berjumpa akibat kebijakan pemerintah yang mengharuskan warganya untuk saling menjaga jarak antara satu dengan yang lainnya.
Catatan:
Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan nama, tempat dan lain sebagainya itu adalah kebetulan semata.
Posting Komentar untuk "Semprul dan Diskusi Hangat Tentang“Saya Muslim dan Sebagai Seorang Muslim, Bolehkah Saya Memberi Ucapan “Selamat Merayakan Natal?” (1)"