Nikmatnya Nge-Mie Ayam Pinggir Jalan
Jajan mie ayam pinggir jalan. | Foto: Wahyu Sapta. |
Pernah nggak merasakan makan mie ayam di pinggir jalan? Ternyata asyik loh. Ceritanya, beberapa kali aku parkir di pinggir jalan, dekat tempat mangkal penjual mie ayam, karena ada keperluan.
Gerobak mie ayam mangkal di pinggir jalan, tanpa tenda, tanpa kursi yang berjajar. | Foto: Wahyu Sapta. |
Nah, awal-awal sih tidak tertarik. Tapi lama-lama, setelah berkali-kali di hari yang berbeda, bobol juga. Aku kepengin merasakan kayak apa mie-nya. Apalagi aku termasuk orang yang menggemari mie.
Boleh dinikmati di kursi-kursi trotoar loh, sambil berteduh di bawah pohon rindang. Jangan ngantuk, ya. Hehehe... | Foto: Wahyu Sapta. |
Pilihannya, mie ayam bisa dinikmati di kursi besi yang ada di trotoar atau di dalam kendaraan. | Foto: Wahyu Sapta. |
Lalu akupun memesannya.
Aneh-aneh gimana, gitu waktu memesannya. Maklumlah baru pertama kalinya jajan tepi jalan, yang benar-benar pinggir jalan. Tidak ada tendanya, tidak ada kursi-kursi yang berjajar.
Aku mengamati sebelumnya, jika ingin memesan, maka pesanan akan diantar oleh penjualnya dengan membawa nampan yang berisi mangkok-mangkok mie ayam.
Mie ayam akan diantar dengan nampan hingga ke lokasi pembelinya. | Foto: Wahyu Sapta. |
Misalnya, ada pembeli dari pegawai-pegawai gedung di dekat tempat ia mangkal. Meskipun jaraknya lumayan jauh, bisa hingga 200 meter atau lebih dari tempat ia berjualan, dengan semangat empat lima diantarkannya sampai lokasi.
Atau bisa jadi pembeli menikmati semangkok mie ayamnya di kursi yang terbuat dari besi di trotoar jalan.
Eh, ada saja yang memesannya. Banyak, seperti aku yang kepingin betul alias tertarik untuk pesan. Lalu kunikmati di dalam kendaraan. Kagok jika harus makan di kursi trotoar. Malu dilihat orang yang berlalu lalang.
Banyak loh yang pesan, tuh penjualnya sedang mempersiapkan sajian mie ayam hingga bermangkok-mangkok. Apalagi pas jam makan siang. | Foto: Wahyu Sapta. |
Tentang rasa, jangan ditanya. Ya gitu deh, biasa saja. Mie dengan toping ayam yang disuwir. Bumbunya ringan, bahkan sedikit hambar. Sedikit terbantu rasa, oleh sambal pedas yang aku tuangkan lumayan banyak.
Rasanya, ya gitu deh. Harganya Rp. 10.000 per mangkok. Kubanyakin sambalnya biar sedap mantap. | Foto: Wahyu Sapta. |
Rasa pedas cabai menjadikan mie ayam itu habis tuntas. Hehehe, enak atau karena lapar ya?
Tuh kan, habis tuntas. Pedasnya cabai membuatku jadi semangat makan. Atau lapar, ya? Hehehe. | Foto: Wahyu Sapta. |
Tapi yang beli banyak. Pejalan yang lewat, para pegawai gedung yang ada di depannya, atau orang iseng yang "suka kepingin" seperti aku.
Laris loh. Cukup memarkirkan gerobagnya, orang-orang pada beli. Seperti aku. Ia berjualan dan mangkal di tempat itu antara pukul 10 pagi dan habis pukul 4 sore. Tergantung seberapa banyak yang membeli mie ayamnya.
Laris, loh. Jam 4 sore ia sudah mendorong gerobaknya untuk pulang. Berkah ya, pak. Aamiin... | Foto: Wahyu Sapta. |
Berkah ya pak. Aamiin.
Coba deh, sesekali jajan mie ayam di pinggir jalan, tanpa ada tendanya atau kursi-kursi yang berjajar. Benar-benar "sesuatu" seperti kata Syahrini.
Nampol!
#mieayam
#mieayampinggirjalan
Salam bahagia,
Wahyu Sapta.
Semarang, 26 Januari 2022.
Posting Komentar untuk "Nikmatnya Nge-Mie Ayam Pinggir Jalan"