Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Yuk, Membuat Kue Petulo, Jajanan Pasar Berkuah Santan Gula Merah yang Nikmat

Kue Petulo, jajanan pasar nan nikmat. | Foto: Wahyu Sapta.

Apa sih Petulo itu? Mungkin bagi sebagian dari kita bertanya-tanya, karena belum pernah mendengar nama jajanan pasar ini. Padahal, jika kita ke pasar, maka kue ini masih ada dalam sajian jajanan yang di gelar dalam lapak penjual jajan pasar.

Petulo adalah kue basah dengan siraman kuah santan gula merah. Bahan utamanya adalah tepung beras, yang dibentuk seperti mie bulat, kemudian disajikan bersama siraman kuahnya. 

Jajanan ini merupakan kue tradisional yang sudah lama ada. Termasuk kue resep warisan kuliner generasi terdahulu. 

Pada masa lalu, dalam membuat kue tradisional, masyarakat Indonesia menggunakan bahan yang ada di sekitarnya. Seperti beras, jagung, ketela, sagu, kelapa, daun pandan, gula merah, dan sebagainya. Rasanya lebih alami dan membumi.

Rasa khas dari kue tradisional biasanya manis legit, beraroma pandan dan gula merah yang menyatu. Rasa ini menjadi kegemaran mereka dalam mengolah kudapan untuk acara-acara tertentu. Misalnya acara syukuran, upacara keagamaan, hajatan, dan lain sebagainya.

Dahulu orang membuat kudapan karena memiliki hajat atau keinginan. Artinya, jajanan ini memiliki makna simbol dari keinginannya. Contohnya Bubur Abang yang merupakan simbol kelahiran atau datangnya warga baru dalam keluarga. Mereka mengungkapkan rasa syukurnya dengan membuat bubur abang, yang kemudian dibagikan ke tetangga sekitarnya.

Sebenarnya, kue-kue tradisional pada masa lalu, memiliki makna dan kisah tersendiri dibalik pembuatannya. Uniknya, tiap daerah memiliki jajanan yang hampir mirip, baik cara pembuatannya maupun bahan-bahannya, meskipun dengan nama yang berbeda.

Misalnya, Kue Petulo. Ada yang menyebutnya kue ini dengan nama Putu Mayang, yang merupakan jajanan khas Betawi. Sedangkan Petulo sendiri merupakan jajanan pasar khas Jawa Timur. 

Jajanan Petulo, dulunya hanya bisa ditemukan saat tertentu saja, yaitu di bulan Ramadan. Tetapi di masa sekarang, kue ini bisa dijumpai setiap hari, baik di pasar atau di toko kue. Biasanya tersaji atau dijajakan pada pagi hari.

Nah, mengapa jajanan tradisional ini disebut warisan? Karena jajanan ini ada dan dibuat terus menerus oleh generasi selanjutnya dengan memasak ulang kembali. 

Resep warisan ini, setidaknya harus dijaga kelestariannya agar tidak punah dan akan terus ada hingga ke masa yang akan datang. Lalu siapa lagi yang akan menjaganya jika bukan kita? 

Dengan memasak ulang resep ini, dengan sendirinya kita menjaga warisan kuliner. Kelak generasi anak cucu setelah kita, tetap akan menjumpai jajanan warisan kuliner bangsa Indonesia dan tidak hanya mengenalnya lewat internet. 

Akan sangat ironis bukan, jika generasi mendatang mengenal kue-kue tradisional hanya dari internet tanpa pernah merasakan kelezatannya? Karena tidak ada lagi yang memasak ulang, hingga resep warisan kuliner punah. 

Yuk, mari kita memasak Petulo, kue tradisional bangsa Indonesia, agar tetap terjaga kelestariannya.

Bahan pembentuknya tidak lebih dari lima bahan. 

Bahan pembentuknya tidak lebih dari lima macam. | Foto: Wahyu Sapta.

Bahan-bahannya:

  • 200 gram tepung beras
  • 50 gram tepung sagu
  • 1.000 ml santan (untuk adonan Petulo dan kuah santan)
  • 250 gram gula merah
  • 2 lembar daun pandan ikat simpul

Cara membuatnya:

  1. Adonan Petulo: masukkan tepung beras ke dalam panci. Tuang 300 ml santan. Aduk hingga tercampur merata. Masak dengan api kecil agar tidak gosong. Aduk terus menerus hingga mengental. Matikan kompor.
  2. Masukkan tepung sagu sambil diaduk dalam adonan tepung beras tadi. Aduk terus hingga tercampur rata dan bisa dibentuk.
  3. Bentuk adonan menyerupai mie yang membulat. Bisa memakai cetakan petulo atau masukkan dalam plastik segitiga, lalu potong ujungnya kecil saja, kemudian tekan hingga membentuk mie yang berbentuk bulat. 
  4. Kukus adonan dalam panci kukusan yang sudah mendidih airnya. Masaklah kurang lebih 15 menit hingga matang.
  5. Angkat dan sisihkan.
  6. Kuah Santan Gula Merah: didihkan sisa santan bersama gula merah dan daun pandan yang diikat simpul. Sambil diaduk, agar santan tidak pecah dan gula merah larut. Biarkan santan mendidih dan berbau harum. Setelah matang, matikan kompor.
  7. Sajikan Petulo dan kuahnya dalam mangkok. Agar lebih nikmat, kuah disajikan dalam keadaan hangat.

Bagaimana nih? Cukup mudah bukan? Resep kuliner warisan memang sangat mudah dalam pembuatannya, dengan bahan yang ada di sekitar kita. 

O iya, adonan Petulo tadi bisa diberi warna sesuai keinganan, ya. Merah, kuning, hijau, seperti pelangi yang akan menambah cantik sajian. Juga menandakan keceriaan hati sang pembuatnya. Kalau saya memakai pewarna alami dari daun pandan yang diblender dengan air, kemudian disaring. Hem, menyenangkan, bukan?

Nah, saatnya mencicipi. Rasa dari Petulo enak kenyal, rasa alami karena terbuat dari tepung beras. Lebih nikmat lagi ketika disantap bersama kuahnya. Perpaduan Petulo dengan siraman kuah santan gula merah yang wangi daun pandan, sangat pas. 

Rasanya khas Indonesia yang beriklim tropis. Serasa di tepi pantai dengan pohon kelapa yang meliuk-liuk tertiup angin. Nyaman sekali. Sedap deh pokoknya. Mantap!

Puas rasanya memasak ulang resep warisan leluhur Kue Petulo, karena otomatis menjaganya agar terus tersaji dan bisa dijumpai hingga ke generasi mendatang.

Yuk! Selamat mencoba, ya.

Selamat mencoba, ya! | Foto: Wahyu Sapta.

Salam Bahagia,

Wahyu Sapta.

Semarang, 25 Januari 2022.

Nulis Bersama
Nulis Bersama Ruang berbagi cerita

Posting Komentar untuk "Yuk, Membuat Kue Petulo, Jajanan Pasar Berkuah Santan Gula Merah yang Nikmat"

DomaiNesia