Toleransi Agama Sesama Traveler
#eventSKB #ToleransiBeragama #Natal2021 #Humaniora |
Sebagai seorang yang senang melakukan perjalanan, saya selalu menjaga agar tetap beribadah. Tidak ada alasan untuk meninggalkan ibadah karena saya tidak sakit. Hanya saja memang ada dispensasi sebagai traveler. Dalam ajaran agama Islam, ada keringanan untuk orang yang melakukan perjalanan, misalnya salat dijamak (digabungkan dan dipersingkat)
Di dalam negeri, sebagian besar daerah menyediakan tempat ibadah. Masjid-masjid bertebaran di sepanjang jalan. Meski di daerah yang mayoritas penduduknya non muslim, masjid begitu banyak. Tetapi salat bisa dilakukan dimana saja, asalkan bersih dari najis.
Maka untuk melaksanakan ibadah salat di wilayah yang jarang masjid, biasanya saya menumpang di rumah seseorang atau rumah makan. Kalau tidak, ya gelar saja sajadah di rerumputan, yang penting sudah bersuci.
Jika ada teman yang menyertai dan non muslim, dia ikut mencarikan tempat untuk saya salat. Bahkan dia juga berusaha mendapatkan sajadah atau alas apapun agar saya bisa salat dengan nyaman.
Ketika saya pertama kali menjelajah Turki, saya juga tetap menjaga ibadah. Apalagi saya sendirian, bergantung sepenuhnya pada perlindungan Allah SWT. Ilmu bela diri adalah bekal saya, tetapi naungan Allah adalah yang utama.
Di suatu provinsi yang berbatasan dengan Iran, saya bermalam di penginapan backpacker. Satu ruangan bisa dimasuki 10 orang atau lebih. Tidak ada sekat, hanya matras atau kasur tipis yang menjadi alas tidur dan selimut untuk masing-masing traveler.
Kebetulan memang sedang sepi, pengunjung hanya saya, lalu datang seorang perempuan Korea. Kami pun menjadi akrab, ngobrol tentang berbagai hal. Namun saat saya mendengar adzan, saya menghentikan pembicaraan. Saya bilang pada dia mau salat, dan dia mempersilakan.
Selama saya salat, dia memperhatikan dengan seksama. Setelah selesai, dia justru banyak bertanya tentang salat yang menjadi ibadah utama umat muslim. Dia senang mendengarkan penjelasan saya. Padahal perempuan Korea ini mengaku tidak beragama, rerata orang Korea juga begitu.
Di Istanbul, saya senang memasuki bangunan tua bersejarah, termasuk gereja. Ada sebuah gereja kuno di jalan Istiklal yang menjadi tempat ibadah penduduk yang beragama Nasrani. Saya ke sana bersama beberapa teman.
Penjaga gereja dan pendeta yang kebetulan sedang berada di sana menyambut dengan senyuman. Dengan ramah mereka mempersilakan kami untuk melihat-lihat. Tetapi setelah jam kebaktian tiba, kami pun menyingkir agar mereka bisa beribadah.
#EventSKB
#ToleransiBeragama
#Natal2021
Posting Komentar untuk "Toleransi Agama Sesama Traveler"